Begini Prosesi Tradisi Nyanggring Warga Tlemang Lamongan Berikut Sejarahnya | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Begini Prosesi Tradisi Nyanggring Warga Tlemang Lamongan Berikut Sejarahnya

Editor: Yudi Arianto
Wartawan: Nurqomar Hadi
Jumat, 24 Januari 2020 21:18 WIB

Kaum laki-laki warga Desa Tlemang saat masak Sanggring.

LAMONGAN, BANGSAONLINE.com - Tradisi jamuan atau makan bersama setiap tanggal 27, bulan Jumadilawal telah berlangsung di Desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten .

Nyanggring, begitu warga Desa Tlemang menyebut jamuan tersebut. Jamuan makan ini menyajikan masakan berbahan dasar ayam yang dibuat sederhana, serta dengan bumbu seadanya yang berasal dari daerah setempat.

"Nyanggring ini untuk jamuan. Dulu ada seperti prajurit, mengundang teman-teman untuk jamuan makan, mengerahkan murid-muridnya untuk memasak Sanggring ini," kata Aris Pramono, Kepala Desa Tlemang, Jumat (24/1).

Menurut Aris, Nyanggring atau jamuan dengan masakan yang bernama Sanggring ini berbahan ayam hasil pemberian warga Tlemang. Setiap keluarga memberi ayam bersama dengan bumbu jangkep serta kayunya. 

"Terserah yang ngasih, ayam jantan atau betina terserah. Kalau dulu harus berwarna hitam, kalau sekarang tidak,” jelasnya.

Bahan Sanggring tersebut dimasak oleh 40 orang laki-laki. Dan dimasak dengan menggunakan tiga buah kenceng (wajan besar) peninggalan leluhur. 

"Harus dimasak laki-laki, karena Nyanggring ini juga menjadi salah satu ritual penyucian, orang laki-laki kan nggak punya hadas," sebut Aris.

Waktu matang dan dibagikan tak cuma penduduk setempat, warga dari luar Desa Tlemang juga berduyun-duyun datang. Mereka ingin mencicipi Sanggring yang hanya boleh dibuat oleh kaum pria.

Sebab, masakan Sanggring yang berasal dari Sangkaning Wong Gering (obatnya orang sakit) ini menjadi santapan spesial satu tahun sekali bagi warga Tlemang dan sekitarnya. "Sanggring ini dipercaya bisa sebagai obat ini," bebernya.

Sedangkan Budayawan Hidayat Eksan, yang membacakan sejarah singkat ritual Mendhak atau Nyanggring ini berhubungan dengan keberadaan tokoh sentral dalam sejarah Desa Tlemang, yakni Ki Buyut Terik. 

"Nama Ki Buyut Terik itu sendiri merupakan gelar yang diberikan oleh masyarakat karena kesaktiannya menumbuhkan batang pohon yang sudah kering," ungkapnya.

Ki Buyut Terik pendiri Desa Tlemang bernama asli Raden Nurlali, lanjut Hidayat, adalah keluarga raja Mataram, sekitar tahun 1677 meninggalkan Kerajaan Mataram karena merasa kecewa dan tidak senang, karena ada campur tangan Kolonial Belanda terhadap Kerajaan Mataram.

"Dalam pengembaraannya, Ki Terik menuju ke Jawa Timur mengabdi dan berguru pada Sunan Giri di Gresik. Oleh Sunan Giri, beliau dipandang cakap. Setelah beberapa waktu menimba ilmu, maka Ki Terik (Raden Nurlali) diberi tugas untuk menyebarkan agama Islam di daerah ," lanjutnya.

Hidayat menuturkan, keberhasilan Ki Terik dalam menyebarkan agama Islam dan menumpas penjahat di daerah , akhirnya Raden Nurlati diangkat menjadi pemimpin masyarakat Desa Tlemang. Untuk meresmikan pengangkatannya, secara formal diadakan upacara wisuda pada bulan Jumadilawal tanggal 27. Pada acara ini dihadiri oleh Sunan Giri dan para tamu sahabat-sahabat Raden Nurlali.

"Untuk menghormati para tamu yang hadir dalam wisudanya tersebut, maka Ki Terik mengerahkan warganya untuk menyajikan masakan sederhana dengan bumbu seadanya yang berasal dari daerah setempat, yang oleh masyarakat setempat disebut Sanggring," tuturnya.

"Kegiatan wisuda inilah oleh masyarakat setempat diberi nama selamatan Sanggring dan dilestarikan hingga sekarang karena dipercaya dapat menjadi obat segala penyakit. Adapun maksud dan tujuan dari masyarakat Desa Tlemang beserta para pemimpinnya, adalah agar selalu mendapat rahmat dan keselamatan dari Tuhan Yang Maha Esa," pungkasnya.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Ismunawan mengapresiasi warga Tlemang yang masih tetap menjaga warisan leluhur. "Desa Tlemang sudah uri uri budaya, itu kita apresiasi," katanya.

Sebab, kegiatan uri uri budaya ini tetap berlangsung di tengah masuknya budaya-budaya dari luar. "Dengan begini yang tua mengajarkan budaya ke yang muda. Jangan sampai semangat Ki Buyut Terik ini tidak menurun. Nilai luhur budaya harus kita pertahankan dan kita peringati terus," tegas Ismunawan. (qom/ian) 

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video