Gus Sholah: Kakek dan Ayah saya Nangis, Jika Saya Main Uang di Muktamar NU
Editor: MA
Rabu, 05 Februari 2020 21:46 WIB
Oleh: M Mas’ud Adnan
BANGSAONLINE.com - Saya santri beruntung. Bukan saja karena alumnus Pesantren Tebuireng. Pesantren yang didirikan Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari. Ulama besar. Zuhud. Alim allamah. Pendiri Nahdlatul Ulama. NU.
BACA JUGA:
Puluhan Kiai dan Gawagis di Kabupaten Kediri Deklarasi Dukung Dhito-Dewi
Maulid Nabi Bersama Puluhan Ribu Muslimat di Pasuruan, Khofifah Ajak Teladani Akhlaq Rasulullah
Terima Dubes Jepang untuk Indonesia, Pj Gubernur Jatim Bahas Pengembangan Kerja Sama
Hadiri Muslimat NU Bersholawat Bersama Habib Syech, Khofifah: Jamaah yang Konsisten Mendoakan Bangsa
Tapi juga karena saya sering diajak diskusi oleh Gus Sholah: Ir KH Salahuddin Wahid. Cucu Hadratussyaikh. Adik kandung Gus Dur. Juga putra pahlawan nasional: KH A Wahid Hasyim.
Saya dekat Gus Sholah sejak 2006. Saat beliau mengasuh Pesantren Tebuireng. Gus Sholah cepat mengenal saya. Karena saya suka menulis. Di media massa. Gus Sholah baca tulisan saya. Kadang berkomentar. Gus Sholah menyarankan. Tulisan saya dibukukan.
Saya masih ingat. Ketika Gus Sholah menyebut nama saya. Di depan khalayak. Peserta seminar. Tentang ketokohan KH M Yusuf Hasyim. Di PWNU Jatim. Sejak itu saya sering diajak diskusi. Tentang NU. Tentang pesantren. Tentang masalah nasional.
Gus Sholah penulis produktif. Aktif menulis di media nasional. Kadang kirim tulisan kepada saya. Agar dimuat di HARIAN BANGSA. Koran saya. Saya taruh halaman strategis. Halaman satu. Banner atas.
Gus Sholah tokoh berkarakter. Penuh integritas. Berakhlak mulya. Yang penting lagi: anti korupsi! Beliau pernah ngudoroso kepada saya. Kenapa orang beragama masih korupsi. Ketika jabat di pemerintahan.
Gus Sholah pun mencari pola. Tentang cara mendidik santri. Agar kelak tidak korupsi. Beliau mengembangkan pola pendidikan karakter di Tebuireng. Terdiri dari berbagai varian: membangun integritas, akhlak dan ketulusan berjuang. Juga kedisiplinan. Ala milter.
Gus Sholah selalu memikirkan NU. Cita-cita dan obsesi beliau paling kuat: bagaimana NU bersih dari politik uang dan tak terlibat politik praktis. Gus Sholah bermimpi: NU dipimpin tokoh berkarakter, berakhlak mulya dan secara materi (duniawi) sudah selesai…! Tak mengejar uang. Tak mengejar jabatan. Tak mempolitisasi NU. Tak memanfaatkan NU. Untuk kepentingan pribadi.
Gus Sholah yakin. Jika NU dipimpin tokoh berkarakter, NU pasti bersih. Berwibawa. Bermur’uah tinggi. Tidak dibully. Tidak dicaci maki. Warga NU mandiri. Sejahtera. Kaya raya. Tidak tergantung pihak lain.
Dus, Warga NU terdepan. Baik dalam berbangsa. Maupun dalam beragama.
Apa bisa? Bisa! Karena PBNU hanya memikirkan warga NU. Kesejahteraan warga NU. Kecerdasan warga NU. Kemajuan warga NU. Tidak sibuk memikirkan dirinya sendiri. Urusan dunia sudah selesai. Urusan uang sudah selesai..!
Kata Gus Sholah: PBNU juga bisa fokus memikirkan kemajuan pesantren. Kualitas pesantren. Mengangkat derajat pesantren. Yang selama ini terabaikan.
PBNU juga bisa fokus: mengembangkan Aswaja. Ahlussunnah waljamaah. An-Nahdliyah. Seperti diajarkan Hadratussyaikh. Bukan ajaran lain. Atau terkontaminasi paham lain.
Butir-butir pemikiran Gus Sholah itu sejatinya cita-cita warga NU. Itulah kenapa para ketua PWNU dan PCNU tertarik figur Gus Sholah. Gus Sholah sukses mimpin Pesantren Tebuireng. Bukan hanya santri membludak. Puluhan ribu santri. Tapi membangun sistem pendidikan unggul. Sehingga diterima di berbagai perguruan tinggi negeri favorit. Di dalam dan luar negeri. Di Unair, UB, UI, ITS, ITB, Undip, UIN, Universitas Al-Azhar Mesir, dan lainnya.