Begini Strategi Pemkot Surabaya Hapus Stigma Sekolah Negeri dan Swasta
Editor: Nizar Rosyidi
Wartawan: Yudi Arianto
Senin, 24 Agustus 2020 19:33 WIB
Selain itu, mulai tahun 2019, Pemkot Surabaya sudah menghitung Bopda itu berdasarkan rombel, bukan per kepala lagi. Makanya, dia berharap kebijakan ini akan bisa menyelesaikan masalah dan nantinya tidak ada perbedaan lagi antara sekolah negeri dan swasta.
Eri juga menjelaskan bahwa harus ada keterbukaan antara pemerintah dan pihak sekolah. Terbuka dalam hal jumlah siswa yang akan masuk ke sekolah masing-masing, baik negeri maupun swasta. Apalagi, saat ini Dispendukcapil Surabaya sudah menyiapkan data berapa anak SD yang lulus dan akan masuk ke jenjang SMP, sehingga sejak awal sudah bisa dihitung apakah sekolah di suatu daerah atau kecamatan itu kurang atau sudah cukup.
“Jadi, tahun 2021 bulan Juli nanti, akan ada data dari Dispendukcapil tentang berapa anak yang lulus SD dan akan masuk ke SMP. Insya Allah dengan data itu kita akan tahu sebaran siswa itu, sehingga posisinya nanti akan menerima jumlah siswa sama,” ujarnya.
"Kemudian, begitu ada sekolah di salah satu kecamatan yang kurang, nanti akan kita bangunkan sekolah atau hanya menambah kelas baru. Tapi sekali lagi, dengan catatan tidak mengurangi jumlah siswa di sekolah swasta. Melalui berbagai cara itu, mungkin kita akan bisa menyelesaikan wajib sekolah 9 tahun,” imbuhnya.
Eri menambahkan, Pemkot Surabaya juga terus mengembangkan kerja sama dengan pihak pengusaha dalam hal membantu siswa. Bentuknya, para pengusaha itu memegang anak asuh, sehingga pengusaha itu membantu anak asuhnya dalam biaya pendidikannya.
“Ini sudah berlaku dan akan terus kami kembangkan, sehingga semua pihak berkontribusi dalam mengembangkan pendidikan di Kota Surabaya,” pungkasnya. (ian/zar)