Kapal dari Wuhan Diterjang Badai Pasir, Terusan Suez Macet Total | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Kapal dari Wuhan Diterjang Badai Pasir, Terusan Suez Macet Total

Editor: MMA
Minggu, 28 Maret 2021 06:13 WIB

Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Tol laut Terusan Suez tiba-tiba macet total. Akibatnya 107 kapan tertahan. Padahal dua belas persen logistik dunia tergantung pada terusan Suez.

Apa yang terjadi? Kapal Ever Given dihantam . Loh? Silakan simak tulisan Dahlan Iskan di Disway dan HARIAN BANGSA pagi ini, 28 Maret 2021. Di bawah ini kami turunkan juga untuk pembaca BANGSAONLINE.com. Selamat membaca:

KERETA barang dari Wuhan (Tiongkok) berangkat ke Jerman. Waktunya hampir bersamaan dengan berangkatnya Ever Given dari Shenzhen (Tiongkok) ke Rotterdam (Belanda): Selasa 23 Maret lalu.

Dari Wuhan kereta barang itu jalan terus, menikung ke utara, menuju Moskow. Setelah berhenti sebentar di ibu kota Rusia itu, kereta berbelok ke selatan menuju kota Duisburg.

Tidak ada rel pintas lurus ke barat lewat Turki. Tidak bisa menghemat waktu: perjalanan kereta Wuhan-Duisburg itu 15 hari. Kini tiap hari ada saja kereta barang yang berangkat dari Tiongkok ke Eropa. Dari berbagai kota di Tiongkok ke berbagai kota di Eropa.

Kapal Ever Given punya jalan pintas: terusan Suez. Dari pada menikung ke selatan, melewati Tanjung Harapan di selatan Afrika.

Itu bisa hemat waktu 7 hari. Kalau lancar. Juga lebih aman: tidak diganggu bajak laut di laut timur Afrika.

Dari Shenzhen, kontainer itu mampir dulu di pelabuhan Tanjung Pelepas, Malaysia. Tanjung Pelepas adalah pelabuhan yang dibangun dalam periode pertama Perdana Menteri Mahathir Mohamad. Tanjung Pelepas dijagokan untuk bersaing melawan pelabuhan Singapura. Karena itu letaknya hanya sepelemparan batu dari Singapura.

Dari Tanjung Pelepas salah satu terbesar di dunia itu lurus ke barat. Mengarungi Samudera Hindia. Terus ke barat lagi mendekati Jazirah Arab. Lalu memasuki Laut Merah –yang pernah ''dibelah'' oleh tongkat Nabi Musa itu.

Setelah satu malam menyusuri Laut Merah, menjelang subuh, itu memasuki Terusan Suez. Itulah tol laut buatan untuk cepat sampai ke Laut Tengah.

''Sungai buatan'' itu lebarnya 200 meter. Kapal itu sendiri lebarnya 50 meter. Tapi panjangnya –duile– 400 meter.

Rencananya itu akan menyusuri terusan Suez selama 7 jam. Panjang terusan itu memang hanya 200 Km tapi tidak boleh berlayar terlalu cepat. Di bagian-bagian tertentu, di kanan-kiri sungai itu, terbuat dari tanah berpasir. Kapal yang berjalan cepat bisa menimbulkan gelombang: menghantam pinggiran sungai.

Ever Given baru 2 jam berlayar di sungai buatan itu. Langit seharusnya mulai terang: jam 6.30 pagi, waktu setempat. Tapi modern itu (selesai dibangun tahun 2018 di Jepang) tidak terlihat jelas. Nahkoda juga tidak bisa melihat ke sekitar. Pagi itu terjadi badai yang bukan sembarang badai: . Menurut media di Mesir, kecepatan angin di saat badai itu mencapai 39 Km/jam.

Inilah salah satu kelemahan raksasa: bidang yang diterpa badai sangat luas. Apalagi Ever Given penuh dengan tumpukan kontainer. Dari muka sampai belakang. Sampai-sampai, sekilas, ini seperti gedung tinggi yang berderet-deret rapat. Badai menerpa Ever Given.

Posisi pun berubah. Buritannya mengarah ke tepi barat sungai. Kepalanya bersandar ke tepi timur terusan. Kapal sepanjang 400 meter ini pun memblokade terusan yang lebarnya 200 meter.

Panjangnya memang dua kali dari lebarnya terusan. Maka posisi pun diagonal: memblokade total terusan Suez sisi selatan.

Kapal berhenti jegreg di situ. Dua ujungnya terperosok di pinggiran sungai yang lebih dangkal. Berbagai upaya menggerakkan gagal. Buritannya terbenam dalam ke dalam lumpur.

Kalau saja badai itu datang satu jam kemudian, Ever Given akan selamat. Di depan sana, di bagian tengah terusan itu, ada danau besar yang dalam: Danau Pahit. Terusan Suez memotong danau itu.

Tapi badai datang terlalu pagi. Suez tersumbat di tengahnya. Lalu-lintas di terusan sepanjang 200 Km itu pun berhenti total. Ada 107 di belakang Ever Given yang tertahan. Masih ada 41 yang terpaksa parkir di Danau Pahit. Lalu ada 89 yang dari arah utara menuju Laut Merah. Semua berhenti. Kian hari kian banyak yang tertahan.

Semua menunggu nasib Ever Given: apakah bisa terangkat dari lumpur pinggiran barat terusan.

Sampai tadi malam: belum berhasil.

Berarti sudah lima hari buritan Ever Given terpacak dalam lumpur.

Kian panjang yang antre di belakangnya –dan di depannya. Dunia mulai berteriak: belum lagi sembuh dari Covid-19, dunia logistik terganggu oleh Suez.

Dua belas persen logistik dunia tergantung oleh terusan Suez.

Pers Barat memuat foto yang menarik. Kapal itu begitu besarnya. Terlihat ada upaya naif untuk menggerakkan itu: dengan cara mengeduk lumpur di buritan .

Yang melakukan pengedukan adalah ekskavator. Ekskavator-nya satu buah.

Foto itu menjadi menarik karena betapa besarnya itu. Lalu betapa kecilnya ekskavator itu. Itu ibarat pertempuran antara semut dan gajah bengkak.

Tentu saja: gagal.

Maka dikerahkan penarik. Satu kurang kuat. Ditambah dua. Ditambah tiga. Ditambah empat. Sampai enam pun tidak berhasil menggoyang Ever Given –mbegegeg-ugeg-ugeg.

Lalu Belanda turun tangan. Dikirimlah penyedot lumpur. Yang kemampuannya sama dengan ratusan ekskavator sekaligus: bisa memindahkan lumpur 2.000 m3/jam.

Sudah dua hari penyedot lumpur itu bekerja: belum berhasil.

Kereta barang yang berangkat dari Wuhan itu kemarin, menurut perhitungan saya, sudah memasuki wilayah Rusia. Tujuh hari lagi akan sampai di Duisburg.

Kapal Ever Given masih mbegegeg di Terusan Suez. Mungkin menunggu pertolongan Tuhan: hari ini, menurut perhitungan ahli pasang laut, akan terjadi air pasang tertinggi di kawasan itu. Siapa tahu nanti malam Ever Given terangkat oleh air pasang purnama itu: sekaligus mengingatkan bahwa di Mesir ada ibadah nisfu Sa'ban. Pertanda puasa Ramadan akan datang 15 hari lagi.

Terusan Suez memang ''tol laut'' terpadat di dunia. Tahun tiap hari 200 lewat di situ –sebelum Covid-19. Beda dengan Terusan Panama, di Suez tidak perlu ada dam lock. Itu karena permukaan air di Laut Merah sama dengan permukaan air di Laut Tengah.

Tol laut itu kini macet total. Mesir ikut rugi. Pendapatan tolnya turun. Padahal itulah sumber devisa utama Mesir –mengalahkan turis ke Piramid dan ke peninggalan Fir'aun.

Kalau saja badai itu datang tiga jam kemudian, Ever Given juga akan selamat. Ia sudah mencapai kawasan yang kanan kirinya adalah gunung berbatu. Yakni kawasan di utara Danau Pahit itu. Tidak ada lumpur di situ.

Tapi milik Jepang yang disewa perusahaan raksasa Taiwan, Ever Green, itu rupanya ingin memberi pelajaran: musibah bisa menimpa siapa saja. Yang kecil maupun yang besar. Termasuk yang sangat besar. (*)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video