Ombudsman: Buruh Migran Rawan Jadi Korban Maladministrasi
Editor: Revol Afkar
Wartawan: M. Didi Rosadi
Kamis, 03 Juni 2021 23:04 WIB
SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Puluhan ribu buruh migran yang pulang ke tanah air, khususnya Jawa Timur (Jatim), terus berdatangan. Ombudsman RI Jatim meminta pemprov mengawasi lebih ketat pelaksanaan masa karantina para buruh migran. Tujuannya, mencegah buruh migran menjadi media penularan virus Covid-19 dari luar negeri.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jatim Agus Muttaqin mengatakan, pengawasan ketat dapat dilakukan dengan menerapkan standarisasi pelayanan publik sesuai pasal 15 UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
BACA JUGA:
Calon TKI Korban Perdagangan Orang di Blitar Dipulangkan ke Daerah Asal Masing-Masing
Ini Pesan Gus Ipul untuk Calon Pekerja Migran Indonesia
Jemput Pengaduan Gizi Buruk, Ombudsman Ngantor di Balai Desa Malang
Sambut Kunjungan Kanwil Kemenkumham Jatim, Ombudsman Siap Optimalkan Fungsi Pengawasan
"Harapannya, buruh migran tidak menjadi korban maladministrasi saat pulang ke tanah air selama masa pandemi," kata Agus saat menerima kunjungan Kepala Pusat Riset dan Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah di kantornya, Jalan Ngagel Timur, Surabaya, Kamis (3/6/2021).
Menurut Agus, laporan maladministrasi terkait buruh migran masuk dalam substansi ketenagakerjaan. Pada 2020, ada 19 laporan ketenagakerjaan (5 persen) dari total 408 laporan yang masuk ke Ombudsman Jatim.
Pada 2021, Ombudsman belum menerima pengaduan maladministrasi selama masa kepulangan buruh migran. Meski demikian, bukan berarti pihak terkait telah menyelenggarakan pelayanan publik dengan baik.
"Bisa jadi buruh migran enggan melapor karena belum tahu keberadaan kami (Ombudsman) selaku pengawas pelayanan publik," jelasnya.
Selain itu, bisa jadi buruh migran menoleransi praktik-praktik maladministrasi karena bagian dari tradisi bertahun-tahun.
Agus menjrlaskan, bentuk maladministrasi yang dapat terjadi pada kepulangan buruh migran selama masa pandemi, antara lain, tidak memberikan pelayanan (karantina), permintaan uang alias pungli, dan penundaan berlarut.