Muktamirin Kecewa, Khutbah Iftitah Pj Rais Aam PBNU Kiai Miftah Tak Pakai Bahasa Arab
Editor: MMA
Rabu, 22 Desember 2021 21:46 WIB
LAMPUNG TENGAH, BANGSAONLINE.com – Peserta muktamar (muktamirin) - terutama para kiai - terperanjat ketika Penjabat (Pj) Rais Aam Syuriah PBNU, KH Miftahul Akhyar, tak pakai bahasa Arab saat menyampaikan khutbah iftitah pada pembukaan Muktamar ke-34 NU di Pondok Pesantren Darussa’adah, Lampung Tengah, Rabu (22/12/2021).
Kiai Mif atau Kiai Miftah – panggilan Kiai Miftahul Akhyar – justru memakai bahasa Indonesia layaknya pidato biasa. Akibatnya, para muktamirin - terutama para kiai - yang mengikuti Muktamar ke-34 NU yang dibuka Presiden RI Joko Widodo itu kecewa. Mereka ramai membicarakan khutbah iftitah tak lazim tersebut.
BACA JUGA:
Rais Aam PBNU Hadiri Haul Buyut H. Noloyudho di Desa Sumberrejo, Berikut Isi Penting Tausiahnya
Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
PBNU Lantik Umar Ketua PCNU Surabaya, Gus Salam Anggap Syubhat, Ingatkan Fatwa Hadratussyaikh
Tahlilan Lim Xiao Ming atau Herman Halim, Lim Qing Hai Pintar Bahasa Arab
Dalam pidato dengan intonasi tinggi itu, Kiai Miftahul Akhyar mengaku dirinya banyak kekurangan, ketidakcakapan, dan ketidakmampuan dalam mengemban tugas sebagai Pj Rais Aam.
Kiai Miftahul Akhyar yang kini juga menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat itu bahkan mengakui dirinya layak mendapat gelar Rais Awam dan KW3.
“Sangat layak mendapat gelar Rais Awam, Rais Aam KW3...,” kata Kiai Miftahul Akhyar yang saat menyampaikan khutbah iftitah membaca teks.
Para muktamirin pun banyak yang kecewa. Mereka memperbincangkan khutbah iftitah yang disampaikan Kiai Miftah tersebut. Mereka menilai bahwa Kiai Miftah telah melanggar atau menghapus tradisi NU. Alasannya, mulai Rais Akbar Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy'ari hingga Rais Aam-Rais Aam berikutnya selalu memakai Bahasa Arab saat menyampaikan khutbah iftitah.
Karena itu, seorang kiai peserta muktamar menganggap apa yang disampaikan Kiai Miftah itu bukan khutbah iftitah.
“Itu bukan khutbah iftitah, tapi pidato pembukaan,” kata kiai peserta Muktamar ke-34 NU yang sehari-harinya pengasuh pondok pesantren di Jawa Timur yang enggan disebut namanya. Menurut kiai yang memiliki puluhan ribu santri itu, Kiai Miftah telah menghilangkan ciri khas Muktamar NU.
“Baru kali ini Muktamar NU kehilangan ciri khasnya,” kata kiai tersebut kepada BANGSAONLINE.com usai mengikuti pembukaan Muktamar NU yang dihadiri ribuan warga NU itu.
Menurut dia, Kiai Miftah seharusnya meluangkan waktu untuk menulis khutbah iftitah berbahasa Arab agar tradisi NU itu tak hilang. Sebab, sejak NU berdiri, yaitu Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy'ari jadi Rais Akbar hingga Rais Aam-Rais Aam berikutnya dari Muktamar ke Muktamar selalu selalu pakai bahasa Arab.