400 Mahasiswa Ikuti Bedah Buku Kiai Asep, Pakar Intelijen: Buku Ini Saya Jadikan Mata Kuliah

400 Mahasiswa Ikuti Bedah Buku Kiai Asep, Pakar Intelijen: Buku Ini Saya Jadikan Mata Kuliah Para narasumber, dari kiri ke kanan: Dr Wawan H Purwanto, Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, M Ms'ud Adnan, dan Dr Farich. Foto: BANGSAONLINE

Listen to this article

SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Sebanyak 400 mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IBMT mengikuti bedah buku yang meneritakan tentang succsess story Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, di Grand City Mall Surabaya, Rabu (8/2/2023).

Acara bedah buku itu menampilkan empat nara sumber. Yaitu Prof Dr KH Asep Saaifuddin Chalim, MA, pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Mojokerto, Jawa Timur. Kiai Asep juga ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu).

Kemudian Dr Wawan H. Purwanto, pakar intelijen, Dr Farich (dosen Unair) dan M Mas’ud Adnan, CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE yang sekaligus penulis buku tersebut.

Kiai Asep menegaskan bahwa ia memebedah buku di mana-mana semata untuk memberi semangat kepada masyarakat agar punya kesadaran untuk meningkatkan taraf hidupnya. Terutama tentang kesejahteraannya.

Ia mengutip ayat Al-Quran Surat Adh-Dhuha yang artinya, jika kalian mendapatkan kenikmatan dari Allah SWT, maka ceritakanlah kepada yang lain.

“Agar orang lain itu mendapat inspirasi, sehingga terdorong untuk melakukan seperti yang kita lakukan” kata ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu.

Para mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IBMT saat mengikuti bedah buku karya M Mas'ud Adnan di Grand City Surabaya, Rabu (8/2/2023). Foto: BANGSAONLINE

Seorang mahasiswa bertanya, apakah Pak Kiai dermawan sejak muda saat masih miskin? Kiai Asep menjawab dengan kisah hidupnya. Menurut dia, saat masih muda ia menjadi kepala sekolah SMA.

“Gaji saya Rp 32.000,” ungkapnya.

Namun, meski gajinya tak besar, Kiai Asep berusaha membantu anak-anak muda yang tak bisa kuliah tapi punya kemampuan. Ia membawa sekitar 10 anak muda Lamongan ke Surabaya.

“Mereka saya bantu agar bisa kuliah,” katanya.

Karuan saja dicibir orang. “Wong kamu sendiri masih campang-camping gitu kok nanggung orang lain,” kata Kiai Asep menirukan bahasa orang yang mencemooh.

Tapi jiwa sosial Kiai Asep yang tinggi tak terpengaruh.”Saya berdayakan anak-anak itu. Saya pekerjakan di sekolah yang saya pimpin, jadi karyawan TU,” katanya.

Tapi ketika orang-orang yang dibantu itu jadi sarjana dan diantaranya jadi dokter, tak satu pun orang-orang yang dibantu itu menoleh pada Kiai Asep. "Ketika saya mengkhitan anak saya, mereka saya undang. Tak satu pun mereka datang," kata Kiai Asep.

Sampai Kiai Asep mengeluh kepada Allah, apakah seperti ini nasib orang membantu orang lain. Kiai Asep akhirnya mengadu kepada seorang kiai masalah yang ia hadapi tersebut.

Bagaimana respon sang kiai? "Loh, Gus, panjenengan kok baru mengerti. Wong ayatnya jelas. Wa qalilun min ibadiyas syakur. Sedikit sekali dari hambaku yang bersyukur," kata kiai itu ke Kiai Asep sembari menasehati, jika membantu orang jangan berharap balasan sesuatu dari orang yang ia bantu.

"Sebab Allah yang akan membantu. Sejak itu cara berpikir saya ubah. Saya tak pernah berharap lagi kalau saya membantu orang lain. Ternyata Allah justru memberi saya jauh lebih besar dari pemberian orang," kata Kiai Asep.

Kiai Asep mengaku suka membantu orang lain sejak kecil. “Alhamdulillah, sejak kecil saya senang bersedekah,” katanya. Dan itu terus berlangsung hingga sekaraang.

Bahkan setiap Rabu pukul 7 pagi di kediamannya di Jalan Siwalankerto Utara Surabaya banyak orang antre menunggu sedekah Kiai Asep.

“Saya kasih Rp 50 ribu tiap orang,” katanya.

Kiai Asep secara tegas mengatakan bahwa tujuan utama aktivitasnya turun ke tengah-tengah masyarakat, seperti bedah buku sekarang ini, adalah dalam rangka perjuangan untuk mewujudkan cita-cita luhur kemerdekaan RI. Sebab, tegas Kiai Asep, sampai sekarang ekonomi Indonesia masih dikuasai orang asing sehingga masih banyak orang Indonensia yang miskin. 

Sementara mengaku terus terang sangat terkesan dengan sejarah panjang Kiai Asep yang tertuang dalam buku yang ditulis Mas'ud Adnan 

“Buku ini sangat lengkap. Akan saya baca sampai selesai, Pak Yai,” kata Wawan kepada Kiai Asep yang duduk di sebelahnya.

Prof Dr KH Asep Saaifuddin Chalim, MA dan Dr serta moderator dalam acara bedah buku  karya M Mas'ud Adnan di Grand City Surabaya, Rabu (8/2/2023). Foto: BANGSAONLINE

Ia menyarankan para mahasiswa peserta bedah buku agar benar-benar mempelajari buku penting ini. “Ini kisah nyata. Bukan abal-abal,” kata ahli intelijen itu.

Wawan yang banyak mengajar di berbagai perguruan tinggi itu bahkan akan menjadikan buku itu sebagai mata kuliah. “Buku ini akan saya jadikan mata kuliah. Saya juga dosen. Saya juga ngajar di UI,” kata Wawan sembari menyebut beberapa perguruan tinggi, tempat dia mengajar.

membenarkan pendapat Mas’ud Adnan yang mengutip hasil survei Thomas J Stanley, penulis sejumlah buku best seller di Amerika Serikat (AS). Stanley adalah ahli terori bisnis AS. Ia melakukan survei terhadap 1001 responden – 733 orang diantaranya para miliuner. Hasilnya ada 100 faktor penentu sukses seseorang.

“Tapi ternyata IQ bukan penentu utama. IQ hanya menjadi faktor ke-21. Begitu juga sekolah atau kampus top bukan faktor utama. Malah hanya jadi faktor ke-23. Faktor nomor satu justru faktor kejujuran. Nah, Kiai Asep ini kalau soal kejujuran sudah tak diragukan lagi,” kata Mas’ud Adnan.

Menurut Mas’ud Adnan, faktor kedua adalah disiplin yang tinggi, ketiga, mudah bergaul, keempat, faktor pendamping dan kelima, faktor bekerja keras.

“Itu benar sekali. Kejujuran itu berlaku di semua negara,” kata Wawan.

Wawan juga mengungkapkan bahwa Kiai Asep adalah orang kuat dan tangguh dalam mengarungi hidup. Karena itu wajar jika Kiai Asep sukses.

“Sukses itu diberikan kepada orang kuat yang sudah mendapat ujian yang berat. Kalau orang gak kuat begitu mendapat ujian mentalnya langsung tumbang,” katanya sembari menceritakan beberapa contoh kasus.

Sementara Dr Farich mengibaratkan Kiai Asep sebagai pensil yang selalu dan serba berguna. Dalam kondisi apapun. 

"Patah pun pensil ini akan tetap berguna," kata Farich sembari memperagakan pensil yang kemudian patah.

Farich hanya tampil 5 menit tapi penuh atraktif karena penampilannya yang komunikatif dengan para mahasiswa.

Hadir dalam acara bedah buku itu para pengurus Pergunu, baik PW Pergunu Jawa Timur maupun Pergunu Pusat. Antara lain Sekjen Pergunu, Dr Aris Adi Leksono, Wakil Ketua Umum Pergunu Ahmad Zuhri dan yang lain.

Seperti diberitakan banyak media, buku ini sudah dibedah di berbagai provinsi dan kabupaten seluruh Indonesia. Antara lain di Kantor Gubernur Kalimanan Tengah, di ITB Stikom Denpasar Bali, Pascasarjana Unair Surabaya, dan juga di Gedung Dewan Pers Jalan Kebon Sirih Jakarta, serta di Pesantren Tahfidz Maros Sulawesi Selatan.

Buku ini juga dibedah di Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon Jawa Barat, Pesantren Amanatul Ummah 02 Leuwimunding Majalengka Jawa Barat, Universitas Trunojo Madura (UTM), Pesantren Ibnu Kholdun Al Hasyimi Situbondo, Pendopo Bupati Bondowoso, Kongres III Pergunu di Amanatul Ummah Pacet Mojokerto.

Selain itu juga dibedah di Hotel Garuda Pontianak Kalimantan Barat, yang diselenggarakan oleh Pergunu Kalbar dan di Pondok Pesantren Raudlatul Islamiyah Robatal Sampang Madura.

Lalu juga dibedah di Pascasarjana Unisma Malang, di Pondok Pesantren Babussalam Aceh Utara, di Kantor Bupati Aceh Utara, di Pondok Pesantren Asshodiqiyah, Gayamsari, Semarang, Jawa Tengah dan tempat-tempat lainnya.

Kemudian pada 16 Desember 2022  buku ini dibedah di Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung, Jawa Barat.

Buku ini juga dibedah di Jambi dan beberapa tempat lain. (mma)

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO