Santri di Thailand Sulit Kerja, Santri Indonesia Jadi Tokoh Nasional, Laporan dari Bangkok (5)

Santri di Thailand  Sulit Kerja, Santri Indonesia Jadi Tokoh Nasional, Laporan dari Bangkok (5)   Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA dan Prof Nopraenue Sajjarax Dhirathiti, Vice President Mahidol University saling tukar cindera mata di ruang rektorat Universitas Mahidol di Bangkok Thailand, Senin (21/8/2023). Foto: bangsaonline.

BANGKOK, BANGSAONLINE.com - Ternyata para tokoh Thailand memandang rendah pondok pesantren. Bahkan santri dianggap hanya belajar agama saja sehingga tidak cakap bekerja, apalagi jadi pemimpin. Kenapa sampai under estimate seperti itu? Simak laporan bersambung M Mas’ud Adnan, CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE, dari Bangkok, yang mengikuti kunjungan Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA.

Salah satu agenda penting Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA selama di Thailand adalah berkunjung ke Bangkok. Universitas terkemuka dan tertua – berdiri 1888.

Baca Juga: Di Hadapan Warga Dawarblandong, Paslon Mubarok Siapkan Program Bedah Rumah Tak Layak Huni

dan rombongan ditemui , Vice President . Dalam pertemuan itu didampingi Dr Mauhibur Rokhman (Gus Muhib), Rektor Universitas KH Abdul Chalim, Dr Fadly Usman, Wakil Rektor Universias KH Abdul Chalim, Prof Dr Asep Bayu D Nandiyanto, dosen Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, Dr Zamal Nasution, Presiden Alumni Universitas Mahidol, dan M Mas’ud Adnan, CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com.

“Semula Prof Nopraenue sempat ragu terhadap Pak dan memandang rendah terhadap pesantren,” kata Zamal Nasution.

Kenapa? Karena dalam pandangan Prof Nopraenue bahwa Islam itu identik dengan Islam yang berkembang di Thailand selatan. Belum maju dan modern. Terutama dari segi pendidikan. Bahkan dalam perspekttif Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sangat rendah.

Baca Juga: Kampanye Perdana, Gus Barra-dr Rizal Langsung Menggebrak Enam Titik Lokasi di Jatirejo

“Di Thailand selatan kan baru saja ada perguruan tinggi,” tutur Zamal Nasution yang S2 dan S3-nya ditempuh di .

Menurut dia, umumnya umat Islam di Thailand selatan hanya mengenyam pendidikan agama di madrasah. Minus ilmu pengetahuan umum. Kalau ada pesantren umumnya kecil-kecil. Bahkan muncul stigma bahwa lulusan pesantren di Thailand jadi pengangguran.

“Di sini (Thailand) alumni pesantren tak bisa kerja. Banyak jadi pengangguran,” kata Qulyubi, warga Thailand yang menjadi tour guide.

Baca Juga: Ketum Pergunu Prof Kiai Asep: Ratu Zakiyah Simbol Idealisme Kita

Dr Zamal Nasuiton membenarkan. “Selama ini mereka beranggapan bahwa Islam itu seperti Islam di Thailand selatan,” kata Presiden Alumni Mahidol Univesity Bankok Thailand itu.

Karena itu para tokoh Thailand – termasuk para guru besar dan akademisi – selalu under estimate atau memandang rendah terhadap Islam.

Baca Juga: Kiai Asep Bentuk Saksi Ganda Mubarok dan Khofifah-Emil, Gus Barra Siap Biayai Siswa Berprestasi

Persepsi negatif itu masih ditambah dengan aksi-aksi radikalisme dan terorisme kelompok Islam aliran keras. Menurut Zamal, mereka – termasuk Prof Nopraenue Sajjarax- juga terpengaruh oleh buku Clash of Civilization karangan Samuel Huntington, seorang ilmuwan politik Universitas Harvard Amerika Serikat. Buku itu menceritakan tentang teori bahwa identitas agama dan budaya seseorang akan menjadi sumber konflik utama dunia pasca perang dingin.

Pandangan sempit itu kemudian dikaitkan dengan munculnya teroris di di beberapa negara. Maka lengkapkah stigma negatif dalam atmosfir pikiran mereka.

Catatan BANGSAONLINE, memang beda antara alumni Pesantren di Thailand dan Indonesia. Maklum, di Thailand pesantren relatif baru. Sedang di Indonesia keberadaan pesantren justru lebih dulu dari pada Indonesia merdeka. Bahkan pesantren adalah lembaga pendidikan tertua di Indonesia.

Baca Juga: Hadiri Muslimat NU Bersholawat Bersama Habib Syech, Khofifah: Jamaah yang Konsisten Mendoakan Bangsa

Karena itu lulusannya juga berbeda. Jika lulusan pesantren di Thailand mungkin banyak yang menganggur karena sulitan cari kerja. Maka lulusan pesantren di Indonesia justru banyak yang jadi pemimpin negara dan nasional.

“Bahkan alumni pesantren di Indonesia ada yang jadi presiden, yaitu Gus Dur atau Kiai Abdurrahman Wahhid , dan wakil presiden, yaitu Kiai Ma’ruf Amin yang menjabat wakil presiden sekarang. Apalagi yang jadi menteri , gubernur, bupati, wali kota. Sudah tak terhitung jumlahnya,” kata M Mas’ud Adnan, CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.

"Belum lagi yang memilih profesi lain, konglomerat, jurnalis, entrepreneur, dosen, ulama, intelektual dan lainnya," tambahnya. 

Baca Juga: Khofifah - Emil Jadi Paslon Nomor 2 Pilkada Jatim, Sarat Makna Optimisme Keberlanjutan

Bahkan pesantren di Indonesia kini menjadi lembaga pendidikan favorit bagi para orang tua. Karena selain mengajarkan berbagai macam ilmu dan sain untuk mengisi otak juga mengajarkan spiritualitas untuk mengisi hati. Sehingga membangun manusia imbang dan berkarakter secara lahir batin.

Karena itu, menurut Dr Zamal Naution, Prof Nopraenue Sajjarax heran ketika bertemu dengan Prof yang punya pondok pesantren modern dan moderat dengan puluhan ribu santri. Apalagi santri Pondok Pesantren Amanatul Ummah merupakan representasi anak-anak masyarakat kelas menengah. Otomatis secara ekonomi juga sejahtera. Artinya, tidak seperti fenomena Islam di Thailand selatan.

Baca Juga: Gus Fahmi Bantah Ada Pertarungan Politik Kiai dalam Pilkada Mojokerto 2024

“Prof Nopraenue ingin mendalami dan ingin tahu lebih jauh,” kata Zamal Nasution. Rencananya tanggal 20 September Prof Nopraenue Sajjarax akan berkunjung ke Pondok Pesantren Amanatul Ummah. Yaitu pesantren yang didirikan dan diasuh Saifuddin Chalim.

Tampaknya kunjungan ke akan mengubah persepsi dan maindset mereka terhadap Islam. Apalagi Islam yang berkembang di pesantren Indonesia adalah Islam moderat dan rahmatan lil'alamin sesuai ajaran Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). (m.mas'ud adnan/bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO