SURABAYA, BANGSAONLINE.com – KH Abdurrahman Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur adalah ulama yang dikenal berilmu tinggi dan luas serta berakhlak mulia. Wawasan dan keilmuannya mondial (mendunia) dan meliputi semua dimensi keilmuan, bukan hanya ilmu agama.
Secara nasab Gus Dur juga sangat tinggi. Gus Dur adalah putra KH Abdul Wahid Hasyim, pejuang kemerdekaan RI sekaligus pahlawan nasional yang terlibat aktif sebagai perumus dasar negara, Pancasila.
BACA JUGA:
- Kiai Asep Pimpin Istighatsah Temu NU se-Dunia di Makkah, Dihadiri 2.000 Warga NU
- Ribuan Santri Tebuireng Takbir Keliling dan Bakar Sate Massal, Idul Adha Makin Seru
- Kasihan Mbah Hasyim, PBNU Tak Mampu Baca Suasana Kebatinan Warga NU
- Diganggu Makhluk Halus saat Duduki Kursi Soekarno di Istana, Gus Dur Ajak Komunikasi Bahasa Jawa
Kiai Wahid Hasyim dikenal cerdas dan berilmu tinggi serta luas. Saking luasnya ilmunya pada usia 23 tahun, Kiai Wahid Hasyim sudah masuk sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
Gus Dur juga cucu pendiri NU dan Pesantren Tebuireng, Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari. Hadratussyaikh juga dikenal sebagai pejuang kemerdekaan RI yang sempat disiksa dan dipenjara oleh penjajah Jepang. Karena itu Presiden Soekarno menetapkan Hadratussyaikh sebagai pahlawan nasional.
Alhasil, Gus Dur baik dari segi keilmuan maupun nasab (keturunan) sangat layak atau pantas untuk dipanggil kiai. Tapi anehnya, Gus Dur justru enggan dipanggil kiai. Presiden RI ke-4 itu lebih suka dipanggil gus.
Loh, kenapa? Bukankah gus itu panggilan untuk putra kiai yang belum layak disebut kiai?
Menurut Gus Dur, panggilan kiai itu sangat berat. Karena seorang kiai harus banyak tirakat.
“Sedikit makan, sedikit tidur, dan juga sedikit ngomong. Nggak kuat saya,” kata Gus Dur.
“Enakan jadi gus saja, dikit-dikit makan, dikit-dikit tidur, dikit-dikit bicara,” tambah Gus Dur sembari terkekeh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News