Disidak Menpan RB, Kinerja Pemkab Jember Dinilai Buruk

Disidak Menpan RB, Kinerja Pemkab Jember Dinilai Buruk Menpan RB Yuddy Crisnandy saat melakukan sidak ke Jember, kemarin. foto : yudi/ BANGSAONLINE

JEMBER, BANGSAONLINE.com - Kinerja birokrasi di lingkungan Pemkab Jember dinilai tidak memuaskan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Yuddy Crisnandy. Hal itu diungkapkannya saat melakukan kunjungan kerja di Jember, Rabu (13/1).

"Prestasi birokrasi di Jember selama dua tahun ini, tidak menggembirakan," katanya saat ramah tamah dengan unsur forum pimpinan daerah dan jajaran aparatur sipil negara di pendopo Pemkab Jember.

Baca Juga: Gelar Patroli, Satpol PP Jember Pastikan Tempat Hiburan Malam Tak Beroperasi saat Ramadan

Sebab, Pemkab Jember hanya mendapatkan penilaian Wajar Dengan pengecualian (WDP) dari hasil pemeriksaan Badan pemeriksa Keuangan (BPK). Padahal, WDP bukan nilai yang bagus untuk pemerintahan, Bahkan, menurut Yuddy Crisnandy, penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) juga bukan prestasi karena sudah semestinya predikat tersebut. Alasannya, wajar kalau Pemkab Jember sebagai anak yang mendapatkan dana dari pusat harus melaporkan penggunaan anggaran yang ada. Termasuk,APBD Jember sebesar Rp 3,2 triliun dan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar 10 persen dari APBD tidak perlu dibanggakan.

"Sebesar 90 persen APBD Jember yang ada merupakan subsidi silang dari uang rakyat yang dikelola melalui APBN. Birokrat pun harus bisa melakukan tertib laporan karena sudah menjadi tanggung jawabnya, serta mampu menjaga amanah dengan tidak melakukan tindakan korupsi," ucapnya.

Menpan RB Yuddy Crisnandi kecewa karena belum adanya pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) di Jember. Padahal Jawa Timur merupakan salah satu provinsi terbaik di Indonesia terkait masalah birokrasi.

Baca Juga: Sambut Ramadan, Pj Gubernur Jatim Gelar Pasar Murah di Jember

"Di Indonesia ada dua provinsi yang mendapatkan nilai A dalam hal birokrasi, salah satunya Jatim. Oleh karena itu, saya berharap Jember bisa mengejar ketertinggalan dalam hal birokrasi dengan daerah lainnya," paparnya.

Yuddy juga sempat melakukan sidak ke Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispenduk Capil) Pemkab Jember yang menilai lambannya proses pengurusan data kependudukan di Jember.

"Layanan pengurusan data kependudukan di Jember masih kalah dengan Banyuwangi. Pengurusan akte kelahiran di Jember selesai dalam waktu 21 hari, namun di Banyuwangi bisa selesai cukup 1 hari," katanya.

Baca Juga: Menteri PPPA Bahas Stunting di Jember

Untuk itu, Yuddy meminta kepala Dispenduk Capil Jember mengevaluasi terhadap pelayanan data penduduk tersebut dengan membuat standar operasional prosedur layanan publik yang lebih cepat, sehingga masyarakat bisa merasakan pelayanan yang optimal dan lebih baik sesuai kebutuhan masyarakat.

Untuk perbaikan birokrasi, Yuddy mengatakan, setiap kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) minimal memiliki pengalaman 5 tahun di instansi tersebut dan memiliki sertifikasi kedinasan.

"Nantinya, kepala SKPD tidak bisa meloncat ke SKPD lain tanpa pendidikan khusus. Siapapun kepala daerahnya tidak bisa seenaknya memindahkan Kepala SKPD tanpa kompetensi. Jika dipromosikan minimal ada rekam jejaknya," ujarnya.

Baca Juga: Factory Tour Bupati Jember ke PT Intidaya Dinamika Sejati

Pemerintah juga tidak main main dalam upaya meningkatkan kualitas Aparatur Sipil Negara (ASN). Kebijakan yang diambil yakni jenjang pendidikan untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) minimal harus Strata 1 (S1).

"Kita harus bisa membangun birokrasi yang kompetitif, terutama memasuki MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Kita terus melakukannya untuk mewujudkan reformasi birokrasi yang baik, bersih dan terbebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisne (KKN)," jlentrehnya.

PNS, kata Yuddy, harus memenuhi standar kompetensi yang otomatis akan mewujudkan pelayanan berkualitas baik, maka pendidikan aparatur harus tinggi. Saat ini, PNS yang pendidikan minimal S1 hanya sekitar 50 persen.

Baca Juga: Bupati Jember Hadiri HUT ke-12 PT Rolas Nusantara Medika

"Sekitar 40 persen, lulusan SMA, lulusan S2 hanya sekitar 5 persen. Apalagi S3, hanya sekitar 2 persen. Ini perlu pembenahan. Maka dari itu, ke depan pendidikan PNS minimal harus S1 ini, kita coba terapkan mulai 2017," paparnya.

Yuddy memahami untuk pengangkatan tenaga honorer, tidak semuanya harus berijazah S1. Namun kenyataanya, beban belanja pegawai Indonesia saat ini sangat tinggi.Sedangkan pendapatan Indonesia untuk tahun ini turun, sehingga kemampuan untuk membiayai pegawai semakin berat.

"Rasio PNS dengan penduduk Indonesia saat ini sekitar 1,77 persen. Padahal, normalnya sekitar 1,5 persen. Kita sekarang juga bingung dengan banyaknya pegawai ini. Walaupun kita tahu, jika ada pegawai pensiun harus diganti. Tetapi hanya beberapa saja, sisanya ini mau dikemanakan," imbuhnya.

Baca Juga: Penerimaan P3K Jember, Edi Cahyo: Harus Dilakukan dengan Seimbang

Maka, pemerintah akan melakukan seleksi ketat untuk rekrutmen pegawai yang akan datang. Yuddy juga tengah mengkaji penempatan pegawai berkualitas di daerah yang potensi Sumber Daya Alam (SDA) tinggi.

"Ini untuk mengurangi kesenjangan SDM di setiap daerah. Ada daerah yang SDA nya besar, tetapi SDM nya minim. Ini juga perlu kita kaji lagi untuk selanjutnya bisa menetapkan kebijakan," pungkasnya.(jbr1/yud/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO