Diduga Ada Gratifikasi dalam Pembangunan IPAL di Gadingkasri, Koordinator BKM Tantang Buka-bukaan

Diduga Ada Gratifikasi dalam Pembangunan IPAL di Gadingkasri, Koordinator BKM Tantang Buka-bukaan Imam S, salah seorang warga menunjukan pembangunan IPAL yang ada di RT 09 RW 1 Kelurahan Gadingkasri, Klojen Kota Malang, Minggu (23/09). foto: IWAN/ BANGSAONLINE

MALANG KOTA, BANGSAONLINE.com - Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) perkampungan di RW 1 Kelurahan Gadingkasri Kecamatan Klojen pada tahun 2017 lalu diduga diwarnai praktik gratifikasi di internal BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat).

Hal ini sebagaimana diungkapkan salah satu warga RW 1. Pria yang meminta namanya tak dipublikasikan itu mengungkapkan bahwa dirinya mendapatkan info dari PT. KCI (Karya Cipta Internusa) selaku penyedia barang, bahwa ada fee sebesar 20 persen dari nilai proyek Rp 180 juta untuk koordinator BKM.

"Berdasarkan penyampaian dari pihak PT. KCI dari Jakarta selaku penyedia barang, jika pihaknya sudah mengondisikan koordinator BKM sebesar 20 persen dari nilai proyeknya Rp 180 juta," ungkapnya.

Dalam kesempatan itu, ia juga mengungkap bahwa koordinator BKM kurang banyak melibatkan KSM (kelompok swadaya masyarakat) dalam pembangunan IPAL tersebut. "Mulai penentuan rekanan hingga soal keuangannya," tegasnya.

"Pelaksanaan di lapangan juga terkesan semaunya sendiri dari koordinator BKM. Selain dugaan gratifikasi (fee), ada lagi dugaan pelanggaran etika. Anggaran tahap kedua tahun 2018 senilai Rp 1,5 miliar hingga saat ini masih adem ayem kendati sudah cair dan masuk rekening BKM," bebernya.

Sementara Ketua RW 1 Kelurahan Gadingkasri, Markasan, turut mengungkap kejanggalan proyek IPAL di wilayahnya tersebut. Menurutnya, harga unit diberikan PT. KCI terlalu mahal, yakni Rp 10 juta. "Standarnya IPAL, terlepas itu beda merk, kami perkirakan tidak semahal itu. Paling tidak antara Rp 5 juta sampai Rp 7 juta atau Rp 8 juta lah per kubiknya," tegasnya.

"Kami sempat mendesak ke PT. KCI agar menurunkan harga per unitnya yang ditentukan senilai Rp 10 juta, dengan mengultimatum tidak mau memakai produknya," ucap Markasan.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO