Pemberlakuan Hukuman Mati untuk Kasus Korupsi Masih Sangat Prematur

Pemberlakuan Hukuman Mati untuk Kasus Korupsi Masih Sangat Prematur Hadi Mulyo Utomo, S.H., M.H., Advokat Anggota Peradi Surabaya.

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Wacana pemberlakuan hukuman mati untuk mejadi polemik di tengah masyarakat. Pasalnya, dalam UU Tipikor, yang ada hanya hukuman mati untuk korupsi bantuan bencana alam dan korupsi saat krisis ekonomi.

Presiden Joko Widodo memberi sinyal bisa saja hukuman mati diberlakukan untuk kasus korupsi besar, selama ada dorongan yang besar dari masyarakat dan melalui proses legislasi di parlemen.

Baca Juga: Jalani Sidang Perdana, Begini Dakwaan Jaksa KPK ke Bupati Sidoarjo Nonaktif

Namun, praktisi hukum Hadi Mulyo Utomo menolak wacana pemberlakuan hukuman mati untuk kasus korupsi. Alasannya, hal itu akan menumbuhkan potensi problematika modus korupsi baru, bila penegak hukum belum bersih. Jadi, wacana itu masih sangat prematur untuk ditindaklanjuti.

"Pasal hukuman mati bisa jadi instrumen pemerasan bagi tersangka atau terdakwa oleh oknum penegak hukum. Kecuali aparat penegak hukum sudah bisa dipastikan bersih," tutur Hadi, Jumat (13/12).

Lulusan terbaik dan cumlaude S2 Fakultas Hukum Unair ini menyarankan, sebaiknya pemerintah membenahi sistem pengawasan eksternal terhadap lembaga penegak hukum. Baik itu hakim, jaksa, polisi, dan advokat.

Baca Juga: Kanwil Kemenkumham Jatim Ajak Stakeholder Terlibat dalam Survei Penilaian Integritas

Karena itu, Hadi berharap pemerintah tidak terburu-buru memberlakukan aturan hukuman mati untuk kasus korupsi, sampai instrumen penunjangnya siap. Hadi menyontohkan banyaknya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan terhadap oknum penegak hukum.

"Ibaratnya, menyapu lantai kotor tidak bisa dilakukan dengan sapu yang kotor. Karena itu, harus dipastikan sapunya bersih dulu. Baru digunakan menyapu lantai," urai Wakil Ketua PW Pencak Silat NU (PSNU) Pagar Nusa Jatim ini.

Penasihat hukum Khofifah Indar Parawansa ini mengutip pendapat hukum Lord Acton yang berbunyi power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely. Artinya, kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan mutlak menghasilkan korup yang mutlak.

Baca Juga: KPK Siap Ladeni Praperadilan Bung Karna

Karena itu, kekuasaan penegak hukum harus dibatasi, caranya dengan memperketat pengawasan. Hadi juga mendorong Presiden menambah power terhadap lembaga pengawasan eksternal, seperti Kompolnas, Komjak, dan KY.

"Presiden sebaiknya menambah power terhadap Komjak, KY, maupun Kompolnas. Dengan begitu penegak hukum akan berpikir dua kali bila ingin melakukan penyelewengan kekuasaan," tandas mantan staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya) tersebut.

Untuk diketahui, wacana pemberlakuan hukuman mati berawal dari peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Harkodia) di SMK Negeri 57 Jakarta. Saat itu, seorang siswa bernama Harley bertanya kepada Presiden kenapa penegakan hukum di Indonesia tidak tegas terhadap kasus korupsi. Harley berharap bisa dihukum mati seperti yang diberlakukan di negara lain. (mdr/ian)

Baca Juga: Sidang Kasus Pemotongan Insentif ASN Sidoarjo: Jaksa Tolak Pledoi Siskawati

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Resmi Dipecat! Novel Baswedan dkk Letakkan Kartu Identitas KPK':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO