Tafsir Al-Isra 82: Nabi Meruqyah Diri Sendiri, Tapi Wafat Juga

Tafsir Al-Isra 82: Nabi Meruqyah Diri Sendiri, Tapi Wafat Juga Ilustrasi

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

82. Wanunazzilu mina alqur-aani maa huwa syifaaun warahmatun lilmu/miniina walaa yaziidu alzhzhaalimiina illaa khasaaraan.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (Al-Qur'an itu) hanya akan menambah kerugian.

TAFSIR AKTUAL

Bunda A'isyah R.A. meriwayatkan, bahwa ketika Rasulullah sakit, beliau membaca surah al-Mu'awwidzatain, al-Falaq dan al-Nas. Lalu meniupkan ke badan beliau. Hadis itu membahasakan tiupan dengan dua lafadh. Satu riwayat pakai kata "Tafala" dan riwayat lain pakai kata "Nafatsa".

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

Bedanya, kalau TAFALA itu tiupan yang disertai ada percikan air ludah, sedangkan NAFATSA, tiupan tanpa disertai percikan air ludah. Sementara NAFAKHA bermakna umum, tiupan pakai percikan ludah atau tidak.

Masih dari bunda A'isyah R.A. Beliau meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW sering-sering mengobati diri sendiri dengan doa dan ayat-ayat al-Qur'an. Ketika sakit pada akhir hayatnya, beliau membaca al-Mu'awidzat, al-Falaq dan al-Nas berulang kali, lalu ditiupkan ke badan beliau.

Ketika sakit makin parah, nabi tetap membacanya, namun saya yang meniupkan ke badan beliau. Saya pun mengusap tapak tangan beliau, lalu saya usapkan ke badan beliau demi ngalap keberkahan.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

Apa yang dilakukan Rasulullah SAW dengan meruqyah diri sendiri ketika jatuh sakit adalah ikhtiar yang berpahala. Perkara akhirnya beliau wafat juga, itu soal lain, soal qadla', soal ajal yang sudah ditentukan Tuhan. Dari sini, beberapa hikmah bisa dipetik:

Pertama, bahwa yang menyembuhkan penyakit itu bukanlah obat atau ruqyah, melainkan hanya Allah SWT semata. Obat hanya perantara lahiriah, sedangkan ruqyah hanyalah usaha doa, batiniyah. Kedua, bahwa usaha untuk sembuh itu diajarkan oleh Nabi, dituntut dan dianjurkan. Maka biaya untuk penyembuhan penyakit atau dana kesehatan dihitung infaq yang berpahala.

Ketiga, urusan mati bukanlah urusan penyakit atau ketuaan atau lainnya, melainkan murni urusan ajal yang sudah ditentukan Tuhan. Jatah hidupnya habis dan harus menghadap kepada-Nya. Banyak juga orang mati tanpa penyakit dan sebelum tua. Anak muda juga banyak yang kecelakaan di jalan dan mati. Orang tidur lelap dan kebablasan tak bernyawa juga ada.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani

Keempat, Nabi yang membenarkan si sahabat meruqyah pakai al-Fatihah adalah kelonggaran, keleluasaan yang beliau berikan kepada umatnya yang ahli untuk mencari sendiri ayat-ayat ruqyah secara proporsaional. Makanya, di kalangan mufassirin ada diskusi, apakah semua ayat al-qur'an bisa berfungsi sebagai syifa' (obat)? Hal itu karena sengketa mereka soal fungsi huruf "MIN" pada kalimah: "wa nunazzil MIN al-qur'an ma huw syifa'."

Pertama, huruf min difahamai sebagai fungsi "tab'idl", makna sebagian. Jadinya, tidak semua ayat al-qur'an bisa dijadikan materi meruqyah. Hanya ayat tertentu saja. Di kalangan mufassirin, pemahaman ini banyak disanggah karena dikhawatirkan menimbulkan preseden buruk, bahwa ada ayat al-Qur'an yang tidak berfungsi syifa'. Itu mengurangi keluhuran ayat suci.

Kedua, huruf min dipahami sebagai fungsi Bayan atau penjelas, sehingga kesimpulannya adalah bahwa semua ayat al-qur'an adalah syifa', obat. Meskipun berbeda fungsi, tapi masing-masing ayat bisa dijadikan mantra ruqyah, materi aji-aji sesuai keistimewaan masing-masing. Ada ayat yang sudah diketahui khasiatnya, dan ada ayat yang belum diketahui khasiatnya. Yang belum diketahui bukanlah tidak berfungsi, melainkan sekadar belum terbongkar.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Dua Nabi, Bapak dan Anak

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO