Tafsir Al-Isra 105-106: Teori Tafriq dan Tanjim

Tafsir Al-Isra 105-106: Teori Tafriq dan Tanjim Ilustrasi

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

105. Wabialhaqqi anzalnaahu wabialhaqqi nazala wamaa arsalnaaka illaa mubasysyiran wanadziiraan.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Dan Kami turunkan (Al-Qur'an) itu dengan sebenarnya dan (Al-Qur'an) itu turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami mengutus engkau (Muhammad), hanya sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.

106. Waqur-aanan faraqnaahu litaqra-ahu ‘alaa alnnaasi ‘alaa muktsin wanazzalnaahu tanziilaan.

Dan Al-Qur'an (Kami turunkan) berangsur-angsur agar engkau (Muhammad) membacakannya kepada manusia perlahan-lahan dan Kami menurunkannya secara bertahap.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

TAFSIR AKTUAL

Masih terkait dengan bahasan ayat sebelumnya, yakni tentang mukjizat qur'aniah dalam berbagai bidang. Termasuk pemberitaan kejadian masa lampau yang renik dan menakjubkan yang tidak mungkin bisa diketahui kecuali atas bisikan wahyu. Dari mana Nabi Muhammad SAW bisa mengetahui bahwa Musa A.S. telah dianugerahi sembilan ayat (tis'a ayat)?

Lalu ayat ini menegaskan bahwa semua itu karena Allah SWT yang serius (bi al-haqq) menurunkan al-qur-an (anzalnah). Tuhan memandang sangat perlu menurunkan al-qur'an demi bagusnya tatanan hidup manusia. "wa bi al-haqq nazal" Bahwa al-Qur'an turun dengan membawa panduan hidup yang benar. Atau al-qur'an turun atas kuasa Dzat yang yang Mahabenar kepada utusan yang benar dengan membawa ajaran yang benar.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

Kemudian pada ayat berikutnya dinyatakan bahwa al-Qur'an diturunkan secara acak (wa qur'ana faraqnah) agar terbaca dengan baik (li taqra'ah 'ala al-nas ala mukts) dan bisa diaplikasikan dengan baik (wa nazzalnah tanzila). Maka, pada dua ayat kaji ini ada tiga istilah terkait nuzul al-qur'an sebagai wahyu, yakni: "anzalna" (inzal), "nazal" (nuzul), dan "nazzalna" (tanzil).

Kata "ANZALA, anzalna" dalam al-qur'an hanya dipakai bentuk fi'ilnya saja. Sedangkan bentul masdarnya (INZAL) tidak dipakai. Pertama, karena kata "INZAL" dalam budaya arab konotasinya agak jorok, yaitu keluar air mani atau orgasme. Mereka sudah pakai ideon itu dan lumrah. Makanya, al-Qur'an menghindari ideom itu agar tidak menimbulkan persepsi negatif.

Kedua, makna "anzalna" adalah turun sekaligus. Untuk ini, konotasinya adalah penuzulan al-Qur'an tahap pertama, yaitu dari Lauh Mahfud ke al-Sama' al-Dun-ya, langit terdekat dengan bumi kita. Sifat turun ini disinyalir turun total dan sekaligus, dikonsentrasikan di markasnya, yaitu BAIT AL-IZZAH. Di sono.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani

Nah, dari bait al-izzah yang secara geografis lebih dekat dengan bumi, lalu al-qur'an dirurunkan ke bumi, ke umat manusia sesuai konteks dan kebutuhan. Turun secara acak dan tidak teratur, kadang surat "A" turun sebagian, lalu ganti surat "B", ganti sebagian surat "C" dan seterusnya, lalu balik lagi melengkapi surat "A" misalnya. Inilah yang dimaksud turun acak, tidak teratur, tidak urut, atau NAZZALA, NAZZALNA, TANZIL. Semua terma ini dipakai dalam al-qur'an, karena aman dari persepsi tradisi. Sekali lagi, "Nazzala, tanzil" itu lebih kepada turun sedikit demi sedikit, bukan keseluruhan dan sekaligus.

Turun berangsur, sedikit demi sedikit ini namanya pola "TANJIM" dan turun sekaligus itu namanya pola "JUMLAH WAHIDAH". Sedangkan sifat turun yang acak, tidak tertib, tidak urut per surat itu namanya pola "TAFRIQ". Nah, ayat kaji ini (106) menegaskan adanya pola tafriq di atas. Tujuannya?

Pertama, "Litaqra'ah 'ala al-nas 'ala mukts", agar dibaca dengan mantap. Kata "mukts" (mantap, diam, landing) bisa diartikan bacaan berorientasi fonetik, seperti fasih dan tartil dan bisa diorientasikan ke hati nurani, jiwa, sehingga berartikan bacaan al-qur'an yang meresap dalam jiwa, meski tak fasih.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Dua Nabi, Bapak dan Anak

Kedua, "wa nazzalnah tanzila", agar bisa diturunkan tepat waktu dan sasaran. Arah tanzil ini adalah penataan hukum, panduan hidup, bimbingan perilaku yang lebih bagus. Untuk itu, turunnya sedikit demi sedikit dan tidak monoton, melainkan mengikuti sifat problem yang terjadi di kalangan umat.

Di sini fungsi edukasi menjadi penting, termasuk konseling dan tausiah, memberikan jalan keluar. Sedangkan "nuzul" (turun) itu untuk membahasakan turunnya al-Qur'an tersebut apapun sifatnya. Allah a'lam. 

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Baca Juga: Usia Nabi Nuh 1.000 Tahun, Tapi "Gagal" Dakwahi Umatnya, Ini Perbedaan-Persamaan dengan Nabi Luth

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO