Tafsir Al-Kahfi 9-10: Perbedaan Kahfi dan Ghar

Tafsir Al-Kahfi 9-10: Perbedaan Kahfi dan Ghar Goa Ashabul Kahfi. foto: gomuslim.co.id

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

9. Am hasibta anna ash-haaba alkahfi waalrraqiimi kaanuu min aayaatinaa ‘ajabaan

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Apakah engkau mengira bahwa orang yang mendiami gua, dan (yang mempunyai) raqim itu, termasuk tanda-tanda (kebesaran) Kami yang menakjubkan?

10. Idz awaa alfityatu ilaa alkahfi faqaaluu rabbanaa aatinaa min ladunka rahmatan wahayyi/ lanaa min amrinaa rasyadaan

(Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa, “Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami.”

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

TAFSIR AKTUAL

Ashab al-Raqim hanya disinggung namanya saja dan tidak dikisahkan detailnya. Tidak sama dengan ashab al-kahf (pemuda goa) yang dikisahkan cukup lengkap, dari identitasnya sebagai pemuda (innahum fityah), akidahnya, keteguhan hatinya, dan sebagainya.

Ada perbedaan antara al-Kahf dengan al-Ghar. Kahf adalah goa yang besar dan luas berada di dalam sebuah gunung atau pegununan. Udaranya cukup sehat dan bisa dijadikan tempat tinggal untuk waktu yang lama. Pemuda goa bisa tinggal lama sekali di goa ini.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

Sedangkan Ghar adalah goa kecil dan sempit. Hanya bisa muat beberapa orang dan terbatas sekali. Makanya, goa Hira' yang dijadikan semedi Nabi Muhammad SAW mengunduh wahyu perdana diistilahkan denga Ghar Hira', bukan kahfi Hira'. Goa Tsur yang dijadikan transit Nabi bersama Abu Bakr saat hijrah ke Madinah disebut Ghar Tsur, bukan Kahfi Tsur.

Menurut pendapat paling umum, Ashab al-kahf ini hidup setelah Nabi Isa A.S. dengan data, bahwa mereka disebutkan sebagai pemeluk agama Isa A.S. Bisa jadi, mereka hidup setelah murid-murid Isa atau al-Hawariyyuan yang berjumlah 12 orang itu wafat. Rentang waktu antara Isa A.S. dan nabi Muhammad SAW sekitar enam abad dan sejarah menamakan sebagai zaman fatrah, masa senggang antara dua risalah, utusan.

Mereka tinggal di negeri Persia (al-Rum), di mana waktu itu era raja Diqyanus yang berpusat di kota Uqsus. Diqyanus memerintah dengan sangat kejam dan memaksa rakyatnya menyembah berhala. Karena ketakutan, rakyat manut, kecuali tujuh pemuda yang masih punya hubungan keluarga tetap beribadah kepada Allah SWT secara diam-diam. Diduga, tujuh pemuda ini menerima keimanan kepada Allah SWT dari salah satu al-Hawariyyin, murid Nabi Isa A.S.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani

Akhirnya, rahasia kebongkar dan tujuh pemuda tersebut dilaporkan ke raja. Raja murka dan mereka diadili. Mereka diberi pilihan antara mengikuti agama raja atau dibunuh. Disuruh pulang untuk berpikir dan diberi waktu beberapa hari.

Terhadap persoalan ini, mereka berunding dan diputuskan lebih baik pergi jauh daripada dibunuh. Dengan pergi jauh masih ada harapan bisa berdakwah di kemudian hari, jika Tuhan menghendaki. Ya, tapi ke mana? Salah seorang bertutur: "bahwa ayah saya dulu sering memasukkan kambing-kambingnya di sebuah goa besar yang jauh dari kota. Tempatnya terpencil dan aman. Saya tahu goa itu. Gimana, kalau kita sembunyi di sana?". Dan mereka sepakat.

Sebelum tiba batas waktu yang ditentukan raja, malam harinya mereka pergi ke goa itu bersama seekor anjing peliharaan yang bagus dan cerdik. Mendengar berita bahwa para pemuda tidak lagi ada di rumah, sang raja murka besar dan turun sendiri bersama para prajurit pilihan memburu para pemuda tersebut. Pelacakan demi pelacakan, akhirnya jejak mereka ditemukan.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Dua Nabi, Bapak dan Anak

Mereka masuk ke dalam goa tersebut dan ngubek-ngubek di setiap lorong dan sudut, tapi Tuhan membutakan mata mereka, sehingga tidak satu pun bisa menemukan. Lalu balik keluar ke koridor goa. Di sana sang raja berpikir, "ini jelas-jelas ada jejak kaki mereka masuk goa, tapi tidak ada jejak kaki mereka keluar. Berarti mereka masih ada di dalam".

Sang raja yakin sekali. Tapi tetap saja ia tidak bisa menemukan. Akhirnya diputuskan agar menutup mulut goa rapat-rapat agar mereka tidak bisa keluar dan mati kelaparan di dalam.

Menyadari mulut goa ditutup rapat-rapat dan meyakini bahwa keberadaan mereka sudah diketahui oleh penguasa, maka tidak ada jalan lain kecuali hanya bersandar kepada Allah SWT saja. Mereka pasrah dan berdoa: "Rabbana atina min ladunka rahmah wa hayyi' lana min amrina rasyada". Ya Tuhan, kucurkanlah rahmat-MU dan beri kami kebajikan.

Baca Juga: Usia Nabi Nuh 1.000 Tahun, Tapi "Gagal" Dakwahi Umatnya, Ini Perbedaan-Persamaan dengan Nabi Luth

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO