Tafsir Al-Kahfi 13-14: Dalil Berdiri Ketika Sumpah Setia

Tafsir Al-Kahfi 13-14: Dalil Berdiri Ketika Sumpah Setia Ilustrasi upacara bendera.

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

13. Nahnu naqushshu ‘alayka naba-ahum bialhaqqi innahum fityatun aamanuu birabbihim wazidnaahum hudaan

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka.

14. Warabathnaa ‘alaa quluubihim idz qaamuu faqaaluu rabbunaa rabbu alssamaawaati waal-ardhi lan nad’uwa min duunihi ilaahan laqad qulnaa idzan syathathaan

Dan Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri lalu mereka berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami tidak menyeru tuhan selain Dia. Sungguh, kalau kami berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan perkataan yang sangat jauh dari kebenaran.”

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

TAFSIR AKTUAL

Didahului dengan ikatan keimanan yang tangguh, lalu dikokohkan dengan hidayah Tuhan bagi masing-masing pemuda goa. "wa zidnahum huda". Pemuda-pemuda itu sesungguhnya anak para pembesar di negeri itu. Mereka punya hati yang sama, yakni menentang kezaliman dan melawan kekufuran. Tapi tidak ada media yang bisa dijadikan wadah pemersatu.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

Dengan iradah Allah SWT, secara bersamaan, tanpa janjian lebih dahulu, juga tidak saling kenal semuanya, mereka keluar rumah mencari udara baru. Mereka ketemu di suatu tempat. Omong punya omong, unek-unek mereka diungkapkan satu per satu. Maka terjalinlah persaudaraan sangat erat di antara mereka dengan tujuan yang sama, yakni keimanan.

Pada awal gelagat mereka tercium penguasa, mereka disiksa ringan sebagai shock therapy. Subhanallah, anjing mereka yang setia mengikuti, setelah mengetahui sang majikan disiksa, anjing yang bernama Qitmir itu menengadahkan tangan ke langit meprotes dan berdoa, "Wahai penguasa, mengapa kamu menyiksa kami, ya Tuhan beri kebijakanMU.. dan seterusnya.".

Mendengar anjingnya bisa bicara, mereka sadar bahwa itu tanda kebesaran Allah, tanda restu dari-Nya. Anjing saja membela keimanan. Maka makin bertambah kuat keimanan mereka. Itulah makna "wa zidnahum huda" versi al-imam al-Suddy.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani

"idz qamu faqalu" Serempak mereka berdiri dan bersumpah setia. Kapan ini terjadi? Mufassirun berbeda pandangan:

Pertama, itu terjadi ketika para pemuda goa ketemuan pertama kali di pinggiran kota, meski tanpa janjian lebih dahulu. Kemudian terwujudlah kesamaan teologis mereka. Bahwa Tuhan adalah Dzat yang menguasai langit dan bumi, serta tidak akan menyembah yang lain. "Rabbuna rabb al-samawat wa al-ardl lan nad'uw min dunih..".

Kedua, ketika mereka mereka dihadapkan di depan raja dan mengalami penyiksaan ringan. Lalu diberi waktu beberapa hari untuk berpikir, apakah kembali kafir atau tetap beriman dengan risiko nyawa melayang. Lalu berikrar dan memutuskan lari ke goa.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Dua Nabi, Bapak dan Anak

Kira-kira inilah dasarnya, bahwa jika kita melakukan sumpah setia, ikrar perjuangan, tekad bulat, dan sebangsanya, maka budaya kita melakukannya sambil berdiri tegap. Hal itu untuk lebih menampakkan semangat dan kesungguhan.

Lalu, apakah ketika menyanyikan lagu perjuangan atau mars lain dan kita berdiri bahkan ada yang sambil mengepalkan tangan, apakah termasuk berdalil ayat ini? Silakan dan sah-sah saja.

Menyanyikan lagu "Ya lal wathon" sambil duduk santai memang tidak ada dalil yang melarang, tapi you akan diobrak-obrak Banser. Sama halnya jika anda tidak berdiri saat menyanyikan lagu "Indonesia Raya" tanpa alasan yang benar seperti sakit, maka anda bisa berurusan dengan polisi. Meski tidak berdosa, tapi itu tidak bijak, tidak punya kearifan terhadap lingkungan sendiri.

Baca Juga: Usia Nabi Nuh 1.000 Tahun, Tapi "Gagal" Dakwahi Umatnya, Ini Perbedaan-Persamaan dengan Nabi Luth

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO