Tafsir Al-Kahfi 15: Anggota ISIS yang Bertobat Wajib Dipulangkan

Tafsir Al-Kahfi 15: Anggota ISIS yang Bertobat Wajib Dipulangkan Sejumlah WNI akhirnya lari dari ISIS. ©AFP PHOTO/AYHAM AL-MOHAMMAD

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

15. Haaulaa-i qawmunaa ittakhadzuu min duunihi aalihatan lawlaa ya/tuuna ‘alayhim bisulthaanin bayyinin faman azhlamu mimmani iftaraa ‘alaa allaahi kadzibaan

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Mereka itu kaum kami yang telah menjadikan tuhan-tuhan (untuk disembah) selain Dia. Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang jelas (tentang kepercayaan mereka)? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?

TAFSIR AKTUAL

Pesan ayat di atas cukup jelas, bahwa Islam mengajari kita agar main logika yang sehat dan mengedepankan alasan yang benar setiap kali kita melangkah. Hingga berhala yang benda mati saja dituntut memberi alasan, mengapa mereka menjadi Tuhan. Padahal kayu, batu, logam, yang menjadi bahan baku pembuatan patung itu tidak berakal.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

Problem negara hari ini adalah mengenai mantan anggota ISIS (Islamic State for Iraq and Suriah) asal Indonesia yang kelayapan ke sono dengan alasan jihad dengan iming-iming kehidupan lebih sejahtera dan islami. Mereka, saking yakinnya, bahkan tega memboyong anak dan istri demi hijrah ke sono, meninggalkan negeri sendiri yang marhamah, ayem, dan tentrem.

Kini, keadaan berbalik seratus delapan puluh derajat. Apa yang mereka angankan hanya tipuan belaka. Mereka terlantar di negeri orang yang sangat panas, terasing, kering, dan lapar. Hidup mereka sangat menderita dan sama sekali tidak ada kecerahan di masa depan, sudah pasti suram.

689 orang menyesal serta menginginkan pulang ke pangkuan ibu pertiwi. Tapi debatable terjadi, dari pro menerima dan yang kontra menolak. Dan presiden pribadi mengisyaratkan penolakan. Tafsir Al-Qur'an Aktual mencoba mendeskripsikan masalah ini dengan sudut pandangnya sendiri.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

Pertama, bagi mereka yang menolak berargumen antara lain:

1. Mereka telah menghina republik ini dan mengutuk sebagai negeri Thaghut, kafir, dan sebangsanya. Setelah diiming-imingi oleh ISIS dengan kehidupan lebih islami, lebih agamis, dan lebih sejahtera, mereka kepincut dan tanpa pikir panjang pergi ke sono, bahkan tega membakar paspor Indonesia dan keluar dari kewarganegaraan republik ini. Makanya, pak Jokowi menyebut mereka sebagai anggota ISIS eks WNI.

2. Di negeri ini, dulu mereka terbukti telah tega membunuhi manusia yang tidak sekeyakinan dengan mereka. Mereka tidak segan-segan pakai bom bunuh diri, bahkan tega bersama anak dan istri. Mereka terang-terangan melawan pemerintah dan memusuhi polisi. Seperti itulah dosa mereka.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani

3. Dari sisi agama, sebagian kiai penolak menggunakan dalil al-Maidah: 33, dengan menggolongkan mereka sebagai pelaku Hirabah (muharabah), perusuh, penjahat, pembunuh yang mesti dihukum berat, hingga hukuman mati.

4. Dalil kedua adalah kaedah fiqih, bahwa: "Menangkis mafsadah lebih didahulukan ketimbang mengunduh maslahah". Dar' al-mafasid muqaddam 'ala jalb al-mashalih". Maka mereka harus ditolak karena dikhawatirkan kambuh lagi dan itu membahayakan negeri ini. Masalah ini sudah dibahas dalam Bahsul Masail oleh kelompok tertentu dan hasilnya seperti terpapar di atas.

Tafsir Al-Qur'an Aktual berpendapat, bahwa:

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Dua Nabi, Bapak dan Anak

Pertama, secara hukum, mereka memang bersalah, berbuat makar atau teror, atau apa. Dengan tindakan yang mereka lakukan, maka menurut hukum, mereka juga sudah bukan warga negara Indonesia lagi. Dan itu betul.

Tetapi kan tidak ada yang dilanggar jika mereka mengajukan menjadi warga negara Indonesia kembali. Orang asing saja dikabulkan jika melamar menjadi warga negara republik ini. Sementara mereka adalah "rakyat" sendiri sejak lahir. Tinggal apakah penguasa negeri ini masih punya hati ramah, toleran, pemaaf atau tidak. Koruptor dan penjahat kelas kakap saja diberi grasi oleh presiden.

Perkara sudut pandang hukum, silakan dicap sendiri: apakah mereka itu WNI yang eks ISIS atau anggota ISIS eks WNI? Pemimpin yang berjiwa besar tentu tidak bakal menengok masa lalu, melainkan menatap masa depan lebih cerah.

Baca Juga: Usia Nabi Nuh 1.000 Tahun, Tapi "Gagal" Dakwahi Umatnya, Ini Perbedaan-Persamaan dengan Nabi Luth

Kedua, bahwa dalil al-Maidah: 33 tersebut memang betul, tetapi belum selesai. Ayat berikutnya (34) adalah sambungan melekat yang menyempurnakan pesan. Maka tidak boleh dipenggal, apalagi diabaikan.

Ayat 34 itu berbunyi "illa al-ladzin tabu min qabl an taqdiru 'alaihim fa i'lamu ann Allah ghafur rahim". Kecuali mereka yang bertobat, menyerahkan diri sebelum tertangkap, maka sesungguhnya Allah adalah Dzat yang maha pemaaf dan maha penyayang.

Rupanya mereka sengaja menafikan ayat beristitsna' ini, karena arahnya bisa membalik. Dan jika benar-benar disengaja, maka berdosalah. Apa tendensi mereka berbuat sekorup itu terhadap firman Allah SWT? Kita sama-sama mengerti, bahwa istisna', al-mustasna itu tidak boleh dihilangkan, karena itu rangkaian kalam. Akibatnya, pesan menjadi tidak utuh.

Baca Juga: Fikih Kentut: Ulah Syetan Meniup Dubur agar Kita Ragu Wudlu Batal apa Tidak

Ketiga, bahwa kaedah fiqhiyah tersebut lebih pada problem dua masalah berbarengan, yang satu bermafsadah dan yang satu bermaslahah dengan sifat yang PASTI dan MUTLAK. Artinya, sudah pasti ada maslahahnya dan sudah pasti ada mafsadahnya. Tanaman itu perlu dipupuk. Tapi jika terkena hama, maka butuh disemprot obat anti hama. Lalu mana yang didahulukan? Diobati dulu.

Sedangkan kepulangan mantan anggota ISIS ke negeri ini belum tentu menimbulkan mafsadah (bahaya), karena mereka beberapa alasan:

Pertama, mereka sudah bertobat, sudah menyadari kesalahannya, dan memohon diterima kembali ke negeri ini. Untuk itu, yang mesti dipulangkan hanya yang sudah "taubatan nasuha" saja. Yang tidak, ya tidak boleh.

Baca Juga: Tafsir Al Quran Aktual: Kebanggaan Kentut dan Seks Brutal Kaum Nabi Luth

Kedua, negara ini sangat kuat, punya aparat keamanan, militer, intelijen dan regulasi yang tangguh. Sekadar menanggulangi mereka yang hanya 689 orang, maka sungguh tidak ada masalah. Dulu, dengan alat seadanya saja penjajah bisa diusir. Gerakan PKI bisa dihabisi dan setiap pemberontakan bisa diberantakkan.

Dengan demikian, maka mafsadahnya belum jelas, masih dhanny dan masih diduga. Sementara maslahahnya sudah jelas dan nyata, bahwa kehidupan mereka, masa depan anak-anak mereka akan jauh lebih bagus di negeri asalnya, ketimbang terlantar di tenda pengungsian negara lain.

Di sini, tinggal diatur, bagaimana memperlakukan mereka, mendidik, mengawasi, dan juga memberi hukuman tegas dan keras bagi yang mencoba mengulangi kesalahan yang sama. Silakan diskor, mana anggota ISIS senior dan provokator, serta mana yang ikut-ikutan, bahkan anak-anak. Narkoba saja diklasifikasi, ada bandar, ada pengedar, dan ada pemakai.

Mestinya kita belajar pada kasus serupa tahun 2017, di mana pemerintah pernah memulangkan 59 anak. Sadarlah, bahwa hak memilih warga negara itu harus sudah berusia 18 tahun. Anak-anak di bawah umur itu hanya korban orang tuanya, maka harus dilindungi. Ini amanah agama, sekaligus amanah Hak Asasi Manusia. Jika mereka diyakini telah dididik teror dan radikal, maka kita wajib memberi pendidikan DERADIKALISASI, kita cuci otak mereka, dan kita arahkan ke jalan yang baik.

Jika mau main dan adu kaedah fiqhiyah, maka kaedah terkait pengadilan yang mengedepankan memaaf dibanding menghukum juga ada. Yaitu "wa la an tukhthi'a fi al-'afw khair min an tukhthi'a fi al-'uqubah". Dalam memutus perkara, salah memaaf terdakwa adalah lebih baik dibanding salah menghukum.

Memang ada peringatan al-Hadis, bahwa orang beriman tidak boleh tersengat serangga dua kali dalam lubang yang sama. Ya, untuk itu kita mesti cerdas menyikapi 689 eks ISIS yang hendak kita pulangkan. Misalnya:

Pertama, mereka yang telah terbukti sudah pernah bergabung ke ISIS dan sudah pernah ke sono, lalu kita maaf dan kembali ke negeri ini, maka sekarang tidak boleh dimaaf atau dipulangkan lagi. Sementara yang baru pertama kali ke sono, maka wajib diterima.

Kedua, atau dipilihi hanya mereka yang anak-anak saja. Silakan diambil yang di bawah usia 10 tahun. Tapi jika diambil anak yang di bawah usia baligh (sinn al-bulugh), maka akan lebih ramah dan mulia. Imamuna al-Syafi'ie mematok usia baligh 15 tahun sempurna, sementara Abu Hanifah mematok 18 tahun, sesuai Undang-Undang negeri ini.

Dalam Islam, wanita mesti dilindungi, sama dengan anak-anak dan orang tua lanjut usia. Kebanyakan mereka korban. Kecuali dia pemain dan ikut angkat senjata.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO