NGANJUK, BANGSAONLINE.com - Belakangan ini buah semangka viral di media sosial, lewat jargon yang biasa diucapkan saat orkes dangdut, "Tariiik sis, semongko". Namun, viralnya semongko itu tak seiring dengan harganya saat musim panen tiba.
Petani semangka justru menelan pil pahit, karena harganya tidak sesuai harapan. Seperti yang disampaikan Korun, salah satu petani semangka di Desa Ngepung, Kecamatan Patian Rowo, Nganjuk.
BACA JUGA:
- Ciptakan Nganjuk Adaptif dan Inovatif, Aushaf Fajr Dorong Peran Pemuda
- Komunitas Petani Brambang Nganjuk Deklarasi Dukungan untuk Aushaf Fajr Jadi Calon Bupati
- Kesemek Glowing asal Kota Batu, Mulai Diminati Masyarakat Indonesia Hingga Mancanegara
- Disperta Nganjuk Berikan Bantuan Motor Roda Tiga untuk Kelompok Tani
Ia mengatakan, pada musim panen terakhir atau masa tanam ketiga ini, harga semangka yang dipanen terjun bebas. Dari 1 hektare lahan semangka, ia hanya bisa meraup sekitar Rp 7 juta. Sedangkan jika tidak dipanen, maka akan menjadi busuk karena saat ini sudah masuk musim penghujan.
"Mau tidak mau saya harus panen, jika tidak akan bertambah banyak kerugian," kata Korun, kepada BANGSAONLINE.com, Senin (02/11).
Menurutnya, ada perbedaan pada harga jual tahun ini dengan tahun sebelumnya. Kalau tahun lalu sebelum pandemi Covid-19, ia masih bisa meraup Rp 23 juta sampai Rp 30 juta dari 1 hektare lahan semangka.
"Saya jamin kualitas sangat bagus, sama seperti panen yang sudah-sudah. Tapi saat ini harganya hancur, meski kualitas sama," keluhnya.