Tanya-Jawab: Apa Keutamaan Puasa Syawal?

Tanya-Jawab: Apa Keutamaan Puasa Syawal? Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said, M.A

Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam tentang kehidupan sehari-hari. Diasuh Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said, M.A., Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA) dan pengasuh Pesantren Mahasiswa An-Nur Wonocolo Surabaya.

Silakan kirim WA ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat.

Baca Juga: Saya Dilamar Laki-Laki yang Statusnya Pernah Adik, Keluarga Melarang, Bagaimana Kiai?

Pertanyaan:

Assalamualaikum wr.wb.

Kiai Said yang saya hormati, apakah benar puasa 6 hari setelah Ramadan itu punya keutamaan? Bolehkah puasa sunah itu diniati juga untuk qada puasa wajib yang pernah ditinggalkan? Bagaimana aturan membayar fidiah? Terima kasih sebelumnya. (Mujiono, Wonorejo Surabaya)

Baca Juga: Skema Murur, Mabit di Muzdalifah Wajib atau Sunnah Haji? Ini Kata Prof Kiai Imam Ghazali Said

Jawaban:

Waalaikumsalam wr.wb. Memang betul, puasa 6 hari di bulan Syawal itu punya nilai utama. Ini berdasarkan hadis laporan Saad bin Said, beliau bersabda:

“Barang siapa berpuasa di bulan Ramadan, kemudian ia teruskan puasa itu sampai 6 hari di bulan Syawal, maka pahalanya setara dengan puasa setahun”. (Hr. Muslim). Logika itu matematikanya begini, dalam Alquran disebutkan, bahwa pahala 1 kebaikan pahalanya akan dilipat gandakan sampai 10 kali berdasarkan firman Allah:

Baca Juga: Minta Kebijakan Murur Dievaluasi, Prof Kiai Imam Ghazali: Hajinya Digantung, Tak Sempurna, Jika...

Barang siapa yang melakukan satu kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala sepuluh kali lipat kebaikan itu; dan barang siapa melakukan satu kejahatan, maka ia hanya dibalas setara dengan kejahatannya. Mereka tidak terzalimi. (al-An’am: 160).

Nah, 30 hari bulan Ramadan ditambah 6 Syawal = 36x10=360. Satu tahun itu sama dengan 360 hari. Jadi orang puasa satu bulan kemudian nambah 6 hari itu identik dengan puasa satu tahun. Tapi puasa Syawal tersebut tidak bisa digunakan untuk dua niat (qada dan puasa sunah). Jika bapak masih punya utang puasa, lebih dahulu Bapak mengqada puasa yang pernah ditinggalkan di bulan Ramadan itu. Setelah Bapak mengqadanya, lakukanlah puasa sunah. Sekecil apapun amal, Allah pasti membalasnya. Ia menegaskan:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh; Kami tidak akan mengabaikan pahala orang yang terbaik amalnya”. (Qs. Al-Kahfi [18]: 30). Fidiah bagi orang yang melanggar larangan ihram itu nilainya berbeda dengan fidiah puasa. Dalam konteks haji dan umrah, Allah berfirman:

Baca Juga: Istri Tak Penuhi Kebutuhan Biologis, Saya Onani, Berdosakah Saya?

“....barang siapa di antara anda sakit atau menggaruk kepalanya yang gatal, maka ia wajib membayar fidiah digilib. (dengan memilih) puasa atau sedekah atau menyembelih (binatang ternak)...”. (Qs. al-Baqarah [2]: 196).

Praktiknya dalam fikih, tiga pilihan tersebut yang bernilai harta adalah sedekah. Untuk satu kali pelanggaran wajib membayar senilai makanan 6 orang miskin. Jika pelanggarannya cukup berat, maka wajib menyembelih (binatang ternak) yang nilainya lebih besar dari nilai makanan 6 orang miskin.

Sedang fidiah yang terkait dengan puasa Ramadan itu berlaku bagi orang yang karena satu dan lain hal tidak kuat berpuasa sekaligus tidak mampu untuk mengqada di luar bulan Ramadan. Fidiah juga diwajibkan bagi perempuan hamil atau menyusui yang tidak berpuasa karena mengkhawatirkan keselamatan janin atau bayi. Perempuan demikian, di samping wajib mengqada di luar Ramadan, ia wajib membayar fidiah. Fidiah dalam satu hari tidak berpuasa harus diganti dengan makanan pokok atau harganya dengan ketentuan: fidiah dengan nilai 1 hari tidak berpuasa sama dengan memberi makan sehari bagi satu orang miskin. Nilai wajar saat ini kira-kira Rp. 30.000 – Rp 50.000/hari.

Baca Juga: Rencana Nikah Tak Direstui karena Weton Wanita Lebih Besar dan Masih Satu Buyut

Semoga bapak paham. Wallahu a’lam

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO