Perda Syariah dan Posisi Agama dalam Panggung Politik | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Perda Syariah dan Posisi Agama dalam Panggung Politik

Minggu, 19 Juni 2016 19:19 WIB

HM. Misbahus Salam

Selama kita masih hidup dalam sebuah negara, tidak mungkin menghindar dari proses dan dinamika politik.

Apalagi kalau merujuk kepada pendapat al-Ghazali dalam al-Iqtishad fi al-I'tiqad tentang hubungan antara agama dan kekuasaan politik. Menurut dia, eksistensi sulthan (berarti kekuasaan politik) adalah wajib untuk ketertiban dunia. Ketertiban dunia wajib bagi ketertiban agama. Ketertiban agama wajib bagi keberhasilan akhirat.

Dengan argumen ini, al-Ghazali telah menarik wilayah politik ke dalam dimensi yang "spritual dan esoterik". Penegasan ini dikemukakan dengan kalimat "wajibnya Imam merupakan kewajiban agama. Agama adalah dasar dan sulthan adalah penjaganya.”

Berdasarkan qaul (pendapat) tersebut bahwa wacana pemikiran dan tindakan politik tidak bisa dilepaskan begitu saja dari agama. Agama dalam pengertian ini semestinya menjadi nilai (value) dan etika politik.

Ada juga pendapat yang dikemukakan oleh KH. Afifuddin Muhajir, dosen Ma’had Aly Sukorejo Situbondo. Tokoh yang dikenal sebagai ahli Ushul Fiqh ini mengemukakan, “Pemimpin pada hakikatnya adalah pelanjut (khilafah), tugas kenabian dalam dua hal : Menjaga Agama dan Mengatur Dunia.

Al Mawardi berkata, “Al-Imamah Maudhu’atun li-khilafi al-nubuwah fi hirasadi al-ddin wa siyasati al-ddunya”.

Nampaknya Al-Mawardi hendak mengatakan bahwa negara “khilafah” syarat utamanya ;

1. Negara itu menjadi tempat yang kondusif, nyaman dan aman untuk mengamalkan agama bagi para pemeluknya.

2. Para pemimpinnya serius berpikir dan berbuat untuk kemaslahatan rakyat, sehingga terwujud keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan lahir batin. Maka sesungguhnya megara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan Pancasila sebagai dasarnya sangat potensial untuk menjadi Negara khilafah yang dimaksud khilafah nubuwwah, bukan khilafah yang dimaksud Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Dari beberapa pendapat ulama itu, titik tekannya adalah kemaslahan rakyat. Dan perda-perda yang telah diputuskan oleh pemerintah daerah walaupun bernuansa syariah atau bernuansa ajaran agama seperti hari Nyepi di Bali, selama memberikan rasa aman, terjaganya toleransi, dan diputuskan secara institusional tentu tidak perlu kita persoalkan apalagi dicabut.

Justru revolusi mental yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia harus melalui intensifikasi spritual melalui pendalaman agama masing-masing sepanjang tidak mengurangi hak dan tidak mengganggu kepentingan agama lainnya.

Dalam situasi dan kondisi Indonesia saat ini pemerintah harus tegak berdiri membendung ekstrimitas kiri dan kanan secara seimbang berdasarkan patokan pancasila. Karena ketidakseimbangan dalam hal ini dapat mengakibatkan instabilitas. Semoga Indonesia menjadi negara yang aman, makmur dan sejahtera lahir bathin.

Jember, 19 Juni 2016

HM. Misbahus Salam adalah pengasuh Yayasan RDS (Raudlah Darus Salam) Sukorejo Jawa Timur

 

 Tag:   Opini

Berita Terkait

Bangsaonline Video