Umat Islam Harus Bersyukur Saifuddin Ibrahim Murtad dan Jadi Pendeta, Ini Alasannya

Umat Islam Harus Bersyukur Saifuddin Ibrahim Murtad dan Jadi Pendeta, Ini Alasannya Pendeta Saifuddin Ibrahim dan istrinya, Sara Ayu Ibrahim. Foto: facebook

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Kasus penistaan agama Islam yang dilakukan Pendeta Saifuddin Ibrahim ternyata banyak mendatangkan hikmah. Bahkan hikmah yang sangat besar. Maka umat Islam harus bersyukur. Termasuk nya Saifuddin Ibrahim yang kemudian jadi pendeta. Kenapa?

Karena, diakui atau tidak, pendeta Saifuddin Ibrahim itu telah mengungkap realitas lain tentang agama Kristen. Ternyata radikalisme Kristen jauh lebih ekstrem ketimbang agama lain, terutama Islam. Setidaknya, jika apa yang dilakukan Pendeta Saifuddin Ibrahim itu merupakan ekspresi ajaran Kristen. Bukankah para netizen Kristen ramai-ramai mendukung ekstremisme Pendeta Saifuddin Ibrahim. Simak saja komentar-komentar mereka di internet.

”Saya kira benar itu yg dikatakan Pdt Syaifuddin Ibrahim. Allah dlm hal ini tuhan muslim (Alloh swt) itu hanya hsl ilusi, khayalan dan ciptaan imajiner Muhammad. Muhammad tak pernah ketemu dan bersua dgn Alloh swt,” tulis PutroHajar memuji pendeta ekstrem itu.

Netizen Kristen lain juga merespon. “bener Bro…kayak Tuhan Yesus dong ada wujudnya dan bersedia mati di tiang salib dan menebus dosa2 manusia…jadi manusia bebas mabuk, berzina, makan babi, LBGT, serta berbuat apapun didunia ini…..dah ada yang menjamin pasti masuk Surga,” tulis yatna duriyatna, netizen Kristen yang lain.

Ironisnya, Saifuddin Ibrahim justru menuduh Islam – bahkan pesantren – yang melahirkan teroris. Padahal justru pesantrenlah yang secara fakta sejarah terlibat langsung dalam perang dan melawan penjajah Belanda, Inggris, dan Jepang.

Sementara penganut Kristen - seperti pernah disinyalir intelektual mulism Prof Dr Nurcholis Madjid (Cak Nur) - justru berpihak pada penjajah. Terutama etnis Tionghoa, kata Cak Nur, justru memilih agama Kristen karena merupakan agama penjajah Belanda yang dianggap agama kelompok strata atas. 

(Pendeta Saifuddin Ibrahim dan istrinya, Sara Ayu Ibrahim. Foto: ist)

Pendeta Saifuddin Ibrahim sendiri tak sadar kalau telah berindak radikal dan ekstrem. Bahkan dia sendiri telah menjelma sebagai teroris tapi belum punya kekuatan untuk merealisasikan dalam tindakan kekerasan. Yang ia lakukan sekarang adalah terorisme verbal. Menciptakan kegaduhan dan ancaman serta mengganggu agama lain. Bukankah tujuan teroris adalah menciptakan kepanikan?

Simak saja rekaman video itu. Ia mendesak Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menggunakan tentara dan banser dalam mengatur adzan.

“Bapak adalah pemerintah. Menteri Jokowi. Bapak memiliki banyak hal. Bapak memiliki tentara. Pakailah tentara itu. Bahkan bapak punya Banser NU seluruh Indonesia yang bisa digerakkan bapak sebagai panglima Banser. Soal adzan itu urusan menteri agama, kenapa rakyat marah. Jangan takut dengan kadrun, Islam sontoloyo itu Pak,” kata itu.

Pernyataan itu jelas melegalisasi kekerasan dalam menerapkan kebijakan pemerintah. Itu sangat berbahaya dan sangat mengerikan. Kita tak bisa membayangkan seandainya pendeta Saifuddin Ibarahim dan Kristen berkuasa. Apalagi menjadi agama mayoritas di Indonesia. Pasti penganut agama lain – terutama umat Islam - ditindas secara otoriter dan represif.

Ini fakta tak terbantah. Simak saja pernyataan Pendeta Saiafuddin Ibarahim yang mendesak Menag Yaqut agar menghapus 300 ayat al Quran. Bahkan pendeta Saifuddin Ibrahim mengaku akan melarang umat Islam naik haji ke Makkah seandainya dia jadi menteri agama.

Ini jelas pernyataan ekstremis dan teroris. Penjajah Belanda dan Jepang saja tak melarang umat Islam naik haji. Berarti radikalisme pendeta ekremis Saifuddin Ibrahim jauh lebih keji dan berbabaya ketimbang penjajah Belanda dan Jepang. Apa ini juga berarti ajaran kasih yang digembar-gemborkan Kristen hanyalah lips service dan palsu belaka?

Karena itu umat Islam harus bersyukur atas meledaknya kasus Pendeta Saifuddin Ibrahim itu. Termasuk – sekali lagi - atas nya Saifuddin Ibrahhim. Sebab selain mengungkap sikap Kristen, juga – ini yang penting – Islam tak bisa lagi jadi sasaran stigma negatif sebagai agama radikal dan teroris. Kristen, ternyata secara vulgar telah mendeklarasikan diri - lewat Pendeta Siafuddin Ibarahim – sebagai agama intoleran dan sangat radikal. Bahkan bukan hanya intoleran tapi juga ekstrem dan intervensi serta mengancam ajaran agama lain.

Karena itu umat Islam harus bersyukur telah kehilangan Saifuddin Ibrahim yang kini jadi pendeta. Sebab, diakui atau tidak, nya Saifuddin Ibrahim itu telah mengurangi radikalisme dalam tubuh umat Islam. Diakui atau tidak, semua agama – sekali lagi, semua agama, termasuk Islam – memiliki potensi radikalisme.

Karena itu, umat Islam harus bersyukur telah kehilangan orang yang berpotensi memalukan. Ya, betapa malunya umat Islam seandainya Saifuddin Ibrahim itu berkoar untuk Islam atau bersuara seperti itu atas nama Islam. Wallahua’lam bisshawab. 

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO