TRIPOLI, BANGSAONLINE.com - Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang Jawa Timur dan Depok Jawa Barat KHA Hasyim Muzadi diundang ceramah dalam beberapa kegiatan ilmiah di Tripoli Lebanon, 21 hingga 23 Juli 2016. Anggoa Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu didaulat bicara tentang nasionalisme di beberapa lembaga Islam, antara lain di Darul Fatwa, Universitas Tripoli, Institut Darul Da'wah, dan perkumpulan masyarakat Indonesia di Lebanon. Bahkan Kiai Hasyim Muzadi juga didaulat sebagai imam dan khhotib untuk salah Jumat di masjid Universitas Tripoli Libanon.
Kiai Hasyim Muzadi yang dalam “safari ilmiah” ini bersama Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin Zuhri ditemui para mufti dan cendekiawan muslim Libanon, antara lain: Syaikh Abdul latif Deriyan (mufti Libanon), Syaikh Abdul Naser Jabry (ulama dan cendekiawan muslim Institut Darul Dakwah Libanon) dan ulama besar lainnya.
BACA JUGA:
- Kesemek Glowing asal Kota Batu, Mulai Diminati Masyarakat Indonesia Hingga Mancanegara
- Ratusan Wisudawan Universitas Harvard Walk Out, Protes 13 Mahasiswa Tak Lulus karena Bela Palestina
- 15 Ucapan Kreatif Peringatan HUT RI ke-78 Agustus 2023 Cocok untuk WA, Instagram dan Tiktok
- 10 Lagu yang Cocok Diputar pada Acara dan Tirakatan 17 Agustus 2023 Selain Wajib Nasional
”Lebanon adalah contoh nyata dari sebuah negara yang masyarakatnya lebih mementingkan ta'asub golongan (ego sektoral) daripada keselamatan negara secara utuh. Sudah dua tahun ini Lebanon berjalan tanpa Presiden. Disebabkan karena parlemen yang merupakan jatahnya Kelompok Syiah tidak mampu memilih Presiden karena ada dua calon Presiden dari Kelompok Maronit yang belum bisa diselesaikan,” kata Kiai Hasyim Muzadi.
Menurut dia, fenomena tersebut hendaknya menjadi pelajaran untuk Indonesia betapa pentingnya nasionalisme dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Oleh karenanya Mufti Lebanon yang relatif netral menyelenggarakan seminar tentang Islam dan nasionalisme, yang sesungguhnya sudah sangat terlambat,” tegas mantan ketua umum PBNU dua periode tersebut.
Keterlambatan tersebut – menurut dia - karena orientasi kelompok-kelompok kepentingan yang lebih percaya kepada kendali luar negeri daripada bersatu diantara bangsanya sendiri.
“Kalau mereka mengundang Indonesia artinya menganggap bahwa Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya kepentingan nasional Indonesia tetapi bermakna universal,” kata Kiai Hasyim Muzadi.