Pendar Cahaya Sumamburat

Pendar Cahaya Sumamburat Suparto Wijoyo

Oleh: Suparto Wijoyo. . .             

HARI-hari ini Jawa Timur menorehkan geliat mengaduk semangat menjemput mandat pemegang kuasa yang kini sedang ditimang dapat tinggal di Gedung Negara Grahadi. Pilgub Jatim menggeliatkan koalisi dan menggiring sosok-sosok yang berambisi mengemban kedudukan sebagai Gubernur. Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Abdullah Azwar Anas mantap bersatu dalam jejaring PKB-PDI Perjuangan. Pasangan yang diukur dari jumlah kursi di DPRD Jatim seolah merumuskan konklusi “tuntas sudah Pilgub Jatim”. “Pengantin” yang mengantongi 39 % “narasi demokrasi” DPRD Jatim terpotret “tersenyum simpul”. Suatu komposisi yang bisa sangat “ganas” (bukan bermaksud sebagai singkatan Gus Ipul-Anas) dibanding calon lainnya. 

Khofifah Indar Parawansa sudah terang langkahnya dan La Nyalla M menyembulkan baliho sosialisasi yang gencar. Prasangka Pilgub yang tenang tampak akan “berombak” meski sebagian rakyat terlihat “remang” membaca arah maraton pilkada 2018. Sepuluh bulan mendatang adalah ajang kematangan.

Gerak Pilgub Jatim semakin mendegup dengan Anies R Baswedan dan Sandiaga S Uno dilantik petinggi negeri untuk diberangkatkan “lari cepat” membangun Jakarta tertanggal 16 Oktober 2017 di saat cahaya mentari Ibu Kota “lingsir siang”. Sementara itu di Jatim sendiri tepat 12 Oktober 2017dinisbatkan berusia 72 tahun. Kelindan peringatannya sungguh gemerlap sejurus waktu helatan Pilgub 2018 yang diwarnai gerilya politik, sehingga “air yang semula tampak tenang, kini terlihat bergelombang”. Perebutan tahtah Gubernur kian terendus “nakal” dengan fenomena laku menyodor-nyodorkan “proposal pulung” kepada Presiden Jokowi sewaktu berkunjung ke Madura tempo hari. Pertarungan dinarasi seru guna mendapatkan seorang tokoh yang hendak menjadi “pepunden rakyat”.

Di lempeng panggung perayaan HUT Jatim itulah tersiar pula pengumuman kencang Harian Bangsa Juara 1 LKTW HUT Ke-72 Tahun Jatim. Suatu pekabaran yang membuncahkan hati pengelolanya, karena posisi Juara 1 merupakan “penghibur lelah, penyemangat jiwa” yang selama ini bekerja untuk menyuguhkan warta. Jiwa yang bergembira dengan syukur yang “ditenun bersama” dari Ruang Redaksi untuk selanjutnya sumrambah di hadapan pembaca dengan “mahkota Juara 1”, ternyata meliterasikan perkenan kepada saya untuk bersilaturahim gagasan di Harian Bangsa dan bangsonline.com. Ujar telah diterima dan janji diteguhkan untuk “mengunjungi” Pembaca setiap Rabu dengan niatan menggumpalkan paseduluran dan memperlebar arena kemaslahatan hayat meski tidak hendak menyelinapkan niat Juara.

Sebagai kolom permenungan, sengaja saya mengingat langgam dari wilayah ujung timur Pulau Jawa, yaitu Banyuwangi yang berjudul Bangbang Wus Rahino:

Bangbang wus rahina

Bangbang wus rahina

Srengengene muncul, muncul, muncul

Sunarsumamburat

Citcitcuitcuit, citcitcuitcuit, citcuit

Rameswa ra ceh ocehan

Krengket great geret

Krengket great geret

Nimbaa ning sumur, sumur, sumur

Adus gebyar gebyur

Segere kepati, segere kepati, kepati

Bingar bagas kuwarasan

Syair kerakyatan itu telah lama dialunkan dalam dolanan anak-anak dengan formulasi pengenalnya Ki Hadi Sukatno (1915-1983), dan semakin terpahami melalui lantunan Bangbang Wetan yang dibawakan oleh Novia Kolopaking. Penambahan makna wiaransemen garapan Emha Ainun Nadjib dalam iringan musik Gamelan Kiai Kanjeng dengan tampilan orkestra yang sangat ritmis, membuat “nadanya” bermuatan spiritual tinggi, untuk tidak mengatakan amat “mistis”.

Sebuah tembang dapat menjadi perlambang yang meneguhkan realitas untuk terus dipancarkan bahwa mentari memang selalu terbit dari timur. Oleh karena itulah, kesiapan dan kesediaan siapa saja yang hendak menyalonkan diri sebagai pemegang tongkat estafet Pakde Karwo, musti mampu membumikan cita-cita serta meluaskan ruang harapan atas pesan motorik yang terkandung dalam langgam BangbangWus Rahino: sebuah ajakan agar pendar cahaya Jatimterus semburat, terus bersinar, sunarsumamburat termasuk melalui “jahitan kata dan lembar kalimat” di Harian Bangsa dan bangsaonline.com.

Kesediaan ini adalah “tapak kaki” untuk turut menyemburatkan energi mempererat “perkawuloan” yang mampu menjadi penanda (krengket great geret) kinerja (rameswara ceh ocehan) dalam panggung bangsa. Kita warga Jatim pantang menyerah tanpa gairah kreativitas, mengingat Jatim terserukan terus berikhtiar mewujudkan citanya (nimba ning sumur, sumur, sumur; adus gebyar gebyur). Kemajuan teknologi harus dimanfaatkan sebagai instrumen yang menyegarkan dan menyehatkan rakyat secara terhormat (segere kepati, segere kepati, kepati; binger bagas kuwarasan).

Dengan keunggulan peradaban yang termuat dalam langgam tersebut berarti Jatim melangkah pasti membuka diri memasuki pintu gerbang global. Inovasi dan kreasi SDM yang berkompeten (bersinar) akan memosisikan Jatim laksana pandora yang terang benderang (sumamburat). Pemimpin Jatim niscaya “putar otak banting tulang” memandu jalan warganya agar “pasar bebas”dapat menjadi lading bersaing yang menggembirakan: memancarkan (sunarsumamburat) dengan produk yang kompetitif.

Dengan ratusan penghargaan berskala nasional dan mondial yang diraih Pemprov, sesungguhnya: East Java, Inspiring Indonesia. Terhadap hal ini ungkapan puitis Dorothea Rosa Herliany sangatlah menggugah:

....

The firmament will ever brighten up. So we’ll know

Where we’ra heading up. Hoping on fertility to step into green

Cover up and the wind can be soft blowing up.

Cakrawala tak samar-samar lagi. Kita tahu akan

berjalan ke mana. Menyibak kesuburan memasuki

dataran hijau dan angin tentram

Bagi cagub, tiba saatnya merumuskan “wangsit” (visi-misi) menjemput “pulung” (mandat rakyat) membangun Jatim. Simaklah dengan cermat bagaimana Pakde Karwo menghadirkan Jatim yang “ngopeni” rakyatnya. Pakde Karwo dinilai mampu memaknai amanat demokrasi dua periode secara bertanggung jawab. Berbagai terobosan penetapan kebijakan yang berpihak kepada khalayak ramai terus dikonstruksi. Otoritas pemerintahnya disorong melalui tiga strategi utama berupa penguatan SDM, pembangunan infrastruktur, dan administrative reform.

Di bidang pendidikan, Pemprov mengubah komposisi sekolah umum (SMA) dari 60% menjadi 30% dan sekolah kejuruan (SMK) dari 40% menjadi 70%. Suatu komposisi yang diharapkan mencetak tenaga trampil siap bekerja dan dapat terserap oleh pasar. Sejak tahun 2014 lalu telah didirikan SMK Mini sebanyak 296 (negeri) dan 1700 swasta dengan pertumbuhan siswa mencapai 296.247. Seabrek lulusannya (24.300) menjadi tenaga kerja berstandar internasional. Mereka “laris-manis” di Jerman. Negara ini siap menampung alumni SMK mengingat jurusan yang dipilih disesuaikan dengan kebutuhan profesi di Jerman.

Pembangunan infrastruktur disebar memperlancar akses ekonomi, diantaranya jalan arteri, tol, bandara, dan pelabuhan. Jatim berupaya pula melakukan shifting pembiayaan pembangunan yang bersumber APBD dari grand ke banking system (loan agreement) yang dilakukan secara gradual. Reorientasi birokrasi digeber dari sekadar menjalankan fungsi pemerintahan menjadi fasilitator business to business antardaerah. Regulasi yang dibuat wajib membuka ruang partisipasi masyarakat. Jajaran birokrasi direformasi agar peka terhadap “suara yang sayup-sayup”, sehingga mereka dapat terdengar serta kelihatan keberadaannya.

Dalam konteks ini mengikuti Thomas L. Friedman, Pakde Karwo dituntut “menemukan kaum yang tak terjamah”. Semangat Jatim yang dipancangkan adalah turut aktif ambil bagian di panggung dunia sebagai regional champion. Dicatat Pakde Karwo (2016) bahwa dalam lingkup ASEAN, PDRB Jatim teridentifikasi setara dengan 2/3 perekonomian Vietnam atau hampir 2,5 kali lebih besar dibanding gabungan Laos, Kamboja, Timor Leste dan Papua Nugini.

Pembaca pasti memiliki pandangan yang “sangat berwarna” atas suguhan menu Sumamburat dengan citarasanya yang sesuai kekhasan kokinya. Kolom Sumamburat mengajak menjelajah tidak saja secara linier tetapi acapkali berselancar penuh gelombang yang memahatkan pesan tambah “ganas”, makin “barokah” dan terus “menyalla” . Filosofi harmoni yang selayaknya dikonstruksi oleh para calon (bukan calo) adalah “hidup bersanding meski bersaing”.

Meminjam kata-kata Albert Camus, Pemenang Penghargaan Nobel Sastra tahun 1957:

Don’t walk in front of me

I may not follow

Don’t walk behind me

I may not lead

Walk beside me

Our just be my friend

Saya menghaturkan pangerten dengan pengertian yang berimbang bahwa pergaulan memang menyodorkan kenyataan, dalam persandingan ada persaingan, dan sebaliknya pada persaingan juga ada persandingan. Maka berkompetisi sesama warga Jatim menjadi “order” tidak terelakkan guna mendapatkan mutu hidup yang lebih baik. Hidup yang berpendar, hayat yang mencahayai. Sumamburat.

*Penulis merupakan Esais, Akademisi Fakultas Hukum, & Koordinator Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO