PN Surabaya Tolak Gugatan Class Action Warga Eks Dolly-Jarak ​

PN Surabaya Tolak Gugatan Class Action Warga Eks Dolly-Jarak ​

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Gugatan class action warga eks -Jarak tuntut sebesar Rp 270 miliar akhirnya ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) di Ruang Cakta, Senin (3/9).

Sidang gugatan class action yang diajukan ke itu dipimpin oleh Hakim Dwi Winarko. Dihadiri kedua belah pihak, gugatan yang beragendakan putusan itu berlangsung sekitar 1 jam.

Menurut Dwi Winarko, gugatan tidak tepat diajukan sebagai gugatan perdata dan kurang spesifik. Berdasarkan peraturan Mahkamah Agung (MA) No.1 tahun 2002 tentang acara gugatan perwakilan kelompok, persyaratan memuat identitas dari penggugat sudah dipenuhi.

“Namun ada beberapa hal yang tidak memenuhi persyaratan, di antaranya penggugat tidak memuat usulan ganti rugi dan nama tim panel ke dalam gugatan,” kata Dwi.

Hakim Dwi mengarahkan kepada tim kuasa hukum penggugat, bahwa gugatan ini seharusnya masuk ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena terkait konflik warga dan pemerintah daerah.

“Gugatan ini tidak sah dan tidak perlu dipertimbangkan lagi. Untuk biaya perkara akan dibayar oleh penggugat,” jelas Hakim Dwi Winarko.

Usai sidang, Naen Suryono selaku tim kuasa hukum class action menyatakan, jika alasan Majelis Hakim menolak gugatan dinilai pertimbangannya tidak logis.

“Pertimbangan hakim itu tidak sesuai dengan peraturan. Karena yang namanya gugatan yang diajukan di PTUN, gugatan itu harus ada jangka waktu. Di dalam UU PTUN Pasal 90 menyebutkan Undang-Undang itu menerbitkan sejak saat diketahuinya oleh pejabat TUN. Dalam hal ini Wali Kota, di situ harus dihitung 90 hari. Kalau dihitung 90 hari, jelas itu tidak mungkin,” paparnya.

Naen Suryono menjelaskan, karena kebijakan itu dikeluarkan Tahun 2014, maka jelas tidak sesuai dengan tentang waktu. “Pertimbangan majelis hakim itu tidak benar,” Jelas Naen

Terkait syarat-syarat class action, menurut Naen telah memenuhi syarat. Gugatan class action ini adalah warga -Jarak yang terdampak. Dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan wali kota harusnya Majelis Hakim mempelajari hak ekonomi yang sudah dikeluarkan pemerintah.

“Kelompok ini tidak mendapat hak-hak ekonominya oleh negara. Mereka berhak menerima setelah ada kebijakan wali kota menutup lokalisasi. Kita tidak keberatan tentang penutupan ini. Sebenarnya negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak-hak warga terdampak penutupan,” jelas Naen. (ana/ian) 

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO