Penghafal Al-Quran itu Selalu Menangis, Kenapa? Tafsir Al-Quran Aktual HARIAN BANGSA
Editor: MMA
Jumat, 01 Desember 2023 07:32 WIB
Oleh: Dr. K.H. Ahmad Musta'in Syafi'i, M.Ag
Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr KH A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Thaha: 124 – 126. Selamat membaca.
BACA JUGA:
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman
Khotmil Quran dan Santunan Anak Yatim Awali Rangkaian HUT ke-10 BANGSAONLINE
ANEKDOT MUFASSIR BUTA
Masih dalam lingkup surat THAHA : 124-126. Kata “a’ma” dengan segala derivasinya, baik berbentuk fi’il maupun isim, seperti ‘ama, ummiyat, ta’ma, a’ma, ‘umyu semuanya bermakna majazi, yaitu buta hati, kecuali satu, kata “a’ma” dalam surah Abasa :2 yang bertutur tentang sahabat mulia bernama Adbullah ibn Umm Maktum. Dia memang seorang buta penglihatan mata, sehingga yang dipakai adalah makna hakiki.
Di kalangan mufassirin ada dua kelompok. Pertama, kebanyakan mufassirin memandang bahwa dalam al-qur’an ada kata dhahir yang berorientasi pada makna hakiki dan ada kata kiasan atau majazi, termasuk bentuk tasybih, kinayah dan lain-lain.
Alasan yang mereka kemukakan adalah, sebab tradisi bangsa arab itu sangat kental dengan kalimat majazi, kiasan atau tasybih. Gelar dan pujian maupun hinaan biasa pakai tamsilan. Justeru bahasa majaz mencerminkan kecerdasan dan kedalaman makna. Seperti al-kalb, anjing sebagai gelar bagi orang cerdas, dedikasi dan patuh. Seperti loyalitas anjing kepada majikan.
Maka tidak asing nama-nama orang Arab pakai nama binatang atau alam. Kakek buyut Rasulullah SAW namanya Kilab (anjing), Usamah (macan), Jabal (gunung), Bazz (elang), Badr (purnama) dan lain-lain
Begitu halnya ketika memberi gelar seseorang. Gelar pujian dipakai kata yang terhormat, seperti Syams (mentari), Badr (purnama), “anta syams anta badr”. Asad (singa), asadullah, singa Tuhan, gelar yang diberikan Rasulullah SAW teruntuk sang paman, Hamzah.
Lalu apa gelar untuk orang dungu? Yang dungu dijuluki “himar”. Al-Qur’an hadir menyesuaikan dengan bahasa mereka dan dimengerti. Ulama sunny berpihak pada pandangan ini.
Kelompok kedua berpendapat, bahwa di dalam al-Qur’an hanya ada kata dhahir, makna hakiki, bahasa formal dan tegas saja, tidak ada kata sindir, kiasan, majazi, tashbih dan sebangsanya.