Praktik Judi Warnai Pilkada 2024 di Situbondo, Bursa Taruhan Jagokan Petahana | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Praktik Judi Warnai Pilkada 2024 di Situbondo, Bursa Taruhan Jagokan Petahana

Editor: M. Aulia Rahman
Wartawan: Syaiful Bahri
Rabu, 02 Oktober 2024 15:34 WIB

Ilustrasi. Foto: Ist

SITUBONDO, BANGSAONLINE.com - Praktik judi dalam pesta demokrasi mewarnai pemilihan bupati dan wakil bupati di Situbondo. Bahkan, salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya menyatakan bursa taruhan lebih condong ke paslon petahana, Karna Suswandi-Khoirani.  

"Bursa taruhan lek-lekan (menang kalah) hingga saat ini masih banyak pasangan Karunia (Karna Suswandi-Khoirani), kalau pasangan sebelah (Rio-Ulfi) belum ada," ujarnya kepada BANGSAONLINE.com, Rabu (2/10/2024).

Menurut dia, bursa taruhan untuk pasangan petahana kuat di semua wilayah.

"Hampir mayoritas wilayah barat, wilayah tengah, dan timur," katanya.

Ia menambahkan, para petaruh datang dari berbagai daerah di Jawa Timur.

"Petaruh itu dari Bondowoso, Jember, Lumajang, Probolinggo, dan Madura," ucapnya.

Diungkapkan olehnya, terdapat berbagai jenis taruhan, dan besarannya antara jutaan sampai miliaran rupiah.

"Yang umum ada lek-lekan dan kotasan (suara dipotong), ada juga apet, unggul, belluk (delapan). Besaran taruhan ada yang Rp100 juta, Rp10 juta, Rp20 juta, Rp500 juta, bahkan miliaran kalau dikumpulkan," sebutnya.

Menanggapi hal tersebut, pengamat sosial politik dari Universitas Abdurachman Saleh (Unars) Situbondo, Dini Noor Aini, mengatakan bahwa taruhan di ajang pesta demokrasi layaknya fenomena yang tak bisa ditumpas.

"Ini sudah menjadi fenomena, tidak hanya Pilkada, tapi juga pemilihan kepala desa. Taruhan ini seperti perjudian, karena kebiasaan yang terus-menerus, sehingga menjadi tradisi," tuturnya.

Ia menilai, ada beberapa faktor yang mendukung taruhan pada di Situbondo.

"Faktor sosial dan lingkungan yang mendukung, tidak berusaha untuk mencoba mengurangi atau memberantas. Kedua, faktor ekonomi, mencari keuntungan, dan faktor ketiga adalah faktor politis, seorang bos butuh pengakuan memiliki 'kesaktian' untuk mendukung suatu paslon," paparnya.

Dosen Sistem Politik Indonesia Unars ini turut membeberkan realitasnya, di mana para petaruh hadir dalam kontestasi lantaran sifat pragmatis yang terus berkembang.

"Kedaulatan atau kepentingan rakyat semakin hari semakin terkikis, karena masyarakat kita terbuai oleh praktik-praktik pragmatisme," ujarnya.

Perempuan yang pernah menjadi Komisioner Pemilihan Umum (KPU) Situbondo itu menyebut keberadaan para petaruh bisa berpengaruh pada pemenangan paslon dalam pesta demokrasi.

"Ia bekerja sama dengan paslon atau tim sukses untuk melakukan pemetaan suara dan pemenangan," pungkasnya. (sbi/mar)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video