Larangan Bawa Tisu Basah saat Mendaki Gunung, Solusi Tepat untuk Keasrian Lingkungan?
Editor: MMA
Jumat, 11 Oktober 2024 06:20 WIB
Kebijakan yang Tepat?
Tisu basah memang memiliki manfaat. Namun seiring perjalanannya, dampak negatif penggunaan tisu basah mulai nampak. Jelas hal ini bukan karena produk tisu basahnya, melainkan karena penggunanya. Kampanye agar para pendaki tidak meninggalkan sampahnya sudah sering dilakukan, namun cara ini bagaikan angin lalu yang kurang efektif.
Melarang pendaki membawa tisu basah untuk saat ini adalah langkah yang tepat. Namun untuk kasus yang telah terjadi, pihak rangers perlu memperketat barang bawaan para pendaki. seperti yang telah dilakukan rangers gunung Sindoro via Kledung. Para rangers mendata satu persatu dengan cara menggeledah semua barang bawaan pendaki dan mencatatnya. Tujuannya agar mudah mendata kembali sampah-sampah mereka saat turun. Setidaknya cara ini lebih efektif dibanding hanya kampanye membawa turun sampah.
Adakah Pengganti yang Lebih Ramah Lingkungan?
Memang banyak sampah lain selain tisu basah. Contohnya seperti sampah plastik bekas logistik, namun beberapa sumber mengatakan bahwa sampah terbanyak yang ditemui di gunung saat dilakukan pembersihan adalah sampah tisu basah.
Selain itu, penggunaan tisu basah masih bisa digantikan dengan benda lain seperti buff atau bandana. Hanya saja tidak sesegar tisu basah. Namun buff dan bandana bukan benda sekali pakai. Artinya kalian bisa mencucinya kembali.
Untuk soal kebersihan setelah buang air, kalian bisa melakukan cara yang telah diajarkan Islam ketika kondisi darurat air. Yaitu dengan istinja yakni membersihkan dengan batu atau bisa juga dengan tisu kering untuk kemudian dipendam bersama di lubang pembuangan.
Kesadaran masyarakat kita terkait sampah memang masih sangat minim. Salah satu cara agar mereka patuh adalah memperketat kebijakan, atau dikenakan biaya tambahan untuk biaya kebersihan. Mungkin sebagian masyarakat keberatan dengan ini, tapi demi keasrian lingkungan, langkah ini diharapkan mampu membangun kesadaran mereka. Mereka akan berpikir, dari pada harus membayar, lebih baik membawa turun sampah kita.
Mohammad Sulthon Neagara adalah alumnus Pesantren Tebuireng, UINSA Surabaya dan Pascasarjana Universitas Diponegoro (Undip) Jurusan Magister Imu Lingkungan Semarang