Tafsir Al-Quran Aktual: Benarkah Idul Fitri Bermakna kembali ke Fitrah? | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Quran Aktual: Benarkah Idul Fitri Bermakna kembali ke Fitrah?

Minggu, 10 Juli 2016 23:18 WIB

Kok bisa "fitri" (makan) menjadi makna "fitrah" (kejadian awal, bersih dan suci)?. Hal itu karena mempertimbangkan banyak hal, antara lain :

Pertama, agar tidak terperosok ke nafsu perut seperti orang Yahudi. Pendekatan historisitas, diriwayatkan bahwa orang Yahudi punya tradisi berpesta makan yang disebut "id al-fathir". Hari itu mereka berhura-hura dengan makan-makan besar sekenyangnya, bebas bersama kekasih maupun istri orang lain, tapi tidak boleh terjadi yang lebih jauh seperti berciuman apalagi senggama. Acara itu murni umbar nafsu dan bukan acara keagamaan. Di sebagian negara ada pesta macam itu, termasuk pesta tomat, pesta kue dan sebagainya.

Kedua, diseret ke makna yang lebih hakiki. Tidak berorientasi pada pada makna makan dan pesta sarapan pagi, melainkan kepada hakekat fitrah itu sendiri, yakni kejadian awal atau kondisi suci seperti sedia kala. Pengarahan makna ini berdasar al-Hadis bahwa orang yang berpuasa ramadhan dengan penuh ketulusan akan diampuni dosanya, bersih bagai bayi baru lahir. Hadis ini kemudian dikokohkan menjadi dasar makna "idul fitri" sebagai kembali ke fitrah atau kesucian. Kepatuhan berpuasa karena Allah plus kepatuhan makan pagi juga karena Allah inilah yang membuat Tuhan sangat sayang, lalu mengampuni segala dosa hingga bersih seperti bayi yang baru lahir.

Jadi, makna terakhir seperti yang biasa kita fahami ini sungguh makna modifikasi yang sangat cerdas, substansial dan lebih mendalam. Inilah makna filosufis yang spektakuler melampaui makna filologisnya. Para ulama dulu sungguh hebat dan mampu menggeser makna yang biasa menjadi makna luar biasa, mengubah kelezatan jasmani menjadi kelezatan ruhani.

Kini tiba saatnya memaknai "idul adha". Rasanya, kata id pada al-adha ini lebih pas dimaknai persis kelazimannya, yakni Hari Raya, hari berpesta, hari makan besar dengan menyembelih hewan ternak. Pada pesta ini Tuhan memerintahkan umat islam yang berkecukupan berbagi makanan berkualitas untuk semua makhluq tanpa diskriminitas.

Beberapa ulama tidak membolehkan daging korban di tanah haram diberikan ke negara lain meskipun di sana lebih membeutuhkan. Hal itu karena pesta Idul Adha adalah pesta universal bagi seluruh makhluq tanah Haram. Tidak sebatas manusia, melainkan juga dari kalangan jin, srigala, burung, semut dan serangga lain. Semua itu adalah makhluq-Nya dan Tuhan telah menyediakan pesta untuk mereka setahun sekali. Andai tak habis atau tak sempat, maka diberikan tenggang waktu tiga hari ke depan yang disebut hari-hari tasyriq. Para hamba disilakan menjemur daging itu agar awet untuk cadangan di hari-hari selanjutnya.

Surah al-Kautsar adalah surah pendek yang mengkover persoalan idul adha ini dengan menunjuk shalat id (fa shalli lirabbik) dan menyembelih hewan ternak (wa inhar). Makanan berkualitas adalah lauk pauk berupa daging, daging unta, sapi atau kambing. Unta adalah harta orang arab yang dibanggakan. Pada surah ini diperintahkan untuk disembelih dan dagingnya dibagi-bagikan sebagai pesta rakyat tanpa sekat dan batas.

Perpsektif munasabah bain al-suwar, surah al-Kautsar ini bagaikan countereffect terhadap surah sebelumnya, yakni al-Ma'un, di mana orang-orang kafir pada super pelit, hingga tidak mau meminjamkan perkakas rumah (al-ma'un) kepada tetangganya yang membutuhkan. al-Kautsar turun memerintahkan manusia berbagi dan berkorban untuk semua. Jadi tidak machting bila kata "id" di sini diberi makna kembali, kecuali dipaksakan. Seperti, watak asli manusia itu sosial, tapi karena terpuruk nafsu, maka menjadi bakhil. Makanya harus kembali sosial lagi dan berkorban. "idul adha".

Ada tiga nama bagi hari raya id al-adha ini, selain al-adha di atas adalah "yaum al-nahr". Nahr artinya menyembelih hewan yang kemudian ditafsir meluas menjadi menyembelih hawa nafsu kebinatangan kita sendiri. Dalam kontek ini, hewan adalah simbol nafsu yang perlu disembelih. Dan ketiga, id al-Qurban. Kembali derdekat-dekat dengan Tuhan.

al-Hajj:37 menunjuk bahwa Tuhan tidak butuh daging, melainkan menggagas ketaqwaan hamba-Nya. Dari sini, diharap seorang mukmin yang berkorban bisa kembali mendekat Tuhan seperti dulu mereka lahir karena sentuhan Tuhan. Manusia menjadi terpental dari hadapan Tuhan karena purukan nafsu, dosa dan kemaksiatan. Lalu nafsu itu kini disembelih dan ketaqwaan muncul membalut diri sehingga dekat kembali dengan-Nya, mendekat dan mendekat, mendekat dan semakin dekat, lalu sangat dekat. Itulah idul al-qurban.

Apapun maknanya, yang terpenting hari ini bersimpuh, moga ibadah diterima dan dosa diampuni. Taqabbal Allah minna wa minkum al-shiyam wa al-qiyam. wa ja'alana min al-'aidin al-faizin. Mohon ampunan atas segala kesalahan.  

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video