Vaksin Palsu Sebabkan Anak Rentan Sakit, DPR Telusuri Dugaan Gratifikasi Dokter | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Vaksin Palsu Sebabkan Anak Rentan Sakit, DPR Telusuri Dugaan Gratifikasi Dokter

Selasa, 19 Juli 2016 23:19 WIB

Menkes Nila F. Moeloek didampingi sejumlah asosiasi bidang kesehatan menggelar jumpa pers terkait perkembangan penanggulangan Vaksin palsu di Kementerian Kesehatan, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (19/7).

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Anak yang menggunakan mudah terserang batuk dan panas. "Saya sudah bawa ke dokter anak, tapi penyakitnya tidak sembuh. Kalaupun sembuh, hanya dua atau tiga hari, setelah itu kambuh lagi," kata Sutijah, menceritakan kondisi anaknya yang kini berusia 1 tahun.

Pada Senin, 18 Juli 2016, anak Sutijah mendapat vaksinasi ulang di Puskesmas Ciracas, Jakarta Timur. Anaknya termasuk 197 pasien klinik milik bidan Manogu Elly Novita di Ciracas, yang menerima . Bidan Elly sendiri saat ini sudah diamankan.

"Saya lega, sudah tidak waswas lagi karena anak sudah divaksin ulang," kata Sutijah, 33 tahun. Petugas memberikan vaksin polio dan pentabio.

Sutijah mengaku menjadi pasien bidan Elly sejak dia hamil hingga melahirkan. Hal ini dilakukan karena jarak klinik itu dekat dengan kediamannya. Setelah lahir, anaknya divaksin di klinik itu.

Dia tidak tahu bahwa yang diberikan bidan Elly adalah . "Bidan itu hanya bilang ini vaksin bagus karena impor," ucapnya.

Setelah divaksin, suhu tubuh anaknya panas dan batuk-batuk selama sepuluh hari. Dia sudah berobat ke dokter anak tapi sakitnya tak kunjung sembuh hingga anaknya berumur 9 bulan. 

Perwakilan Aliansi Orangtua Korban Vaksin Palsu, Imam Subali, meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan surat pernyataan resmi yang menyatakan tak membawa efek berbahaya bagi anak.

Desakan yang disampaikan Aliansi ini terkait pernyataan Menteri Kesehatan yang menyebutkan tak berbahaya bagi anak.

"Kami minta bila memang tak berbahaya, Kemenkes buatlah surat pernyataan resmi yang menyatakan tak membahayakan anak kami. Jangan seperti sekarang cuma lewat lisan saja," kata Imam, saat menemui Pimpinan DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (19/7).

Jika hanya melalui lisan, ia menilai, tak ada jaminan validitas dan pertanggungjawabannya.

Oleh karena itu, dia mendesak surat pernyataan resmi agar jika ditemukan efek samping penggunaan , Kemenkes bisa mempertanggungjawabkannya secara hukum.

Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf juga sepakat dengan permintaan para orangtua korban. "Ya, tentunya itu jadi masukan bagi Komisi IX untuk segera menyampaikannya ke Kemenkes. Kami sepakat harus ada surat pernyataan resmi semacam itu agar masyarakat mendapat jaminan," kata Dede.

Namun demikian, penemuan oknum dokter yang menggunakan terhadap pasiennya membuat Dede Yusuf Effendi berencana mengevaluasi soal gratifikasi dokter.

“Itu harus. Sama seperti kemarin kita mendengar harus ada evaluasi sales-sales yang masuk ke dokter, harus dievaluasi. Termasuk yang diduga ada bidan yang terlibat harus dievaluasi juga,” kata Dede.

Hal itu dilakukan agar tidak ada oknum dokter yang menyalahgunakan jabatannya dengan bermain-main terhadap obat yang seharusnya digunakan memberikan kesehatan bagi manusia.

“Kita jangan bermain-main dengan obat yang dapat mengganggu rasa nyaman dan keamanan daripada si pasien,” ujar dia.

Di sisi lain, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menyatakan, yang sudah terpapar pada anak tidak menimbulkan efek samping. Kandungan dalam hanya mengubah jenis vaksin, sehingga tidak sesuai dengan yang dibutuhkan pasien.

"Secara ilmiah, kandungan dalam yang diperiksa oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM), tidak menimbulkan efek samping," ujar Nila dalam jumpa pers di Gedung Kemenkes, Jakarta, Selasa (19/7).

Direktur Jendral Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes yang juga Ketua Satuan Tugas Penanggulangan Vaksin Palsu, Maura Linda Sitanggang menjelaskan, tersebut sebenarnya hanya mengubah kandungan vaksin.

Menurut Linda, kandungan bukanlah sesuatu yang bersifat kimia. Misalnya, berisi kandungan vaksin hepatitis.

Selain itu, Linda juga menjamin bahwa vaksinasi ulang terhadap anak yang telah terpapar , tidak akan berbahaya.

"Misalnya untuk hepatitis saja, itu bisa dilakukan berkali-kali," kata Linda.

Hal serupa juga dikatakan Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulungan. Aman mengatakan bahwa yang sempat beredar di masyarakat tidak berdampak serius terhadap penerimanya.

Selain itu, masyarakat juga diminta tidak perlu khawatir untuk melakukan vaksinasi ulang terhadap anak yang telah terpapar . Menurut IDAI, pemberian vaksin yang berlebih tidak menyebabkan masalah apapun.

Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Ilham Oetama Marsis mengatakan ada dalang di balik kasus vaksin untuk menyudutkan para dokter.

"Kami juga bertanya-tanya, siapa aktor intelektual yang membuat grand design seperti ini," kata Ilham.

Ilham Marsis mengatakan jangan sampai kepercayaan masyarakat Indonesia kepada dokter Indonesia menurun akibat kasus ini. "Jangan sampai hilang kepercayaan masyarakat kepada dokter-dokter Indonesia dan rumah sakit di Indonesia," ujarnya. (tic/jpnn/yah/lan)

Sumber: detikcom/jpnn

 

sumber : detikcom/jpnn

 Tag:   vaksin palsu

Berita Terkait

Bangsaonline Video