Tafsir Al-Nahl 92: Hilful Fudhul dan Hak Asasi Manusia
Rabu, 17 Agustus 2016 03:13 WIB
Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
BANGSAONLINE.com - Walaa takuunuu kaallatii naqadhat ghazlahaa min ba’di quwwatin ankaatsan tattakhidzuuna aymaanakum dakhalan baynakum an takuuna ummatun hiya arbaa min ummatin innamaa yabluukumu allaahu bihi walayubayyinanna lakum yawma alqiyaamati maa kuntum fiihi takhtalifuuna.
BACA JUGA:
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani
Pesan ayat studi ini melengkapi ayat sebelumnya, yakni soal janji persaudaraan yang bergerak pada kerja sosial dan kemanusiaan. Janji itu kuat dan tidak boleh diingkari. Janji itu sangat mengikat dan ditagih di hari kemudian nanti. Orang beriman tidak mungkin ingkar janji, begitu halnya orang yang sehat rohani dan pikirannya.
"Wa la takunu ka al-laty naqadlat ghazlaha min ba'd quwwah ankatsa". Kata "ghazl" berarti ikat rambut yang dikat, dikonde dalam tradisi Jawa, kencir atau model chioda seperti gadis-gadis Tionghoa. Penginkar janji, dalam ayat kaji ini diibaratkan seperti wanita yang sedang bersolek dan mengikat rambutnya begitu kuat dan sangat rapi, dia tampil cantik dan menawan. Tiba-tiba ikatan ditarik dan rambut diacak-acak hingga amburadul.