Tafsir An-Nahl 99-100: Sementara, Syetan Unggul di DKI Jakarta | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir An-Nahl 99-100: Sementara, Syetan Unggul di DKI Jakarta

Kamis, 06 Oktober 2016 16:24 WIB

Di negeri ini, keimanan sebagian umat islam terpuruk dalam nafsu kekuasaan, sehingga demi elektabilitas partai, keimanan disingkirkan, tidak lagi menjadi pertimbangan utama dalam berpolitik. Terlihat betapa banyak orang islam yang mendukung calon kepala daerah yang nyata-nyata non muslim dan nyata-nyata dilarang Tuhan. Tapi larangan Allah SWT tidak digubris, sementara nasehat syetan justeru yang dipakai.

Syetan telah berhasil memisah-misahkan antara masjid dengan pendopo. Syetan telah berhasil mencekoki juru bicaranya agar masjid, agama, al-Qur'an, al-Hadis tidak dibawa-bawa dalam kancah politik. Itu sama halnya dengan tidak boleh berpolitik atas dasar agama. Sungguh terdengar sebagai pernyataan yang manis demi menjaga kemurnian agama, tetapi sejatinya beracun, jahat dan sangat menjerumuskan. Ketahuilah, dengan dasar agama, dengan Allah SWT dan Rasul-Nya sebagai dasar berpolitik, maka politik syetan akan gagal dan hancur berantakan. Dengan tidak membawa serta Allah SWT ke gelanggang kekuasaan, maka syetan bebas beraksi menipu kroninya yang lemah iman.

Sadarlah, para nonmuslim itu sungguh merapatkan barisan dan menyatukan suara demi mensukseskan tujuan merebut kekuasaan. Dari gereja ke gereja, dari lembaga ke lembaga, dari tokoh ke tokoh, dari pendeta ke pendeta, dari bisik ke bisik mereka membangun kekuatan ke dalam, rapi dan sitematis. Sementara ke luar, mereka bermanis-manis dengan orang-orang islam yang lemah imannya, yang mudah dirayu dan mudah dibeli. Inilah yang luput dari pemikiran kawan-kawan aktivis yang sok moderat, sok toleran. Sekali lagi, ayat studi ini mengingatkan, bahwa umat islam tidak boleh dikuasai syetan dan kroninya. "innah lais lah sulthan 'ala al-ladzin amanu".

Soal pemimpin, negeri ini tidak kekurangan pemimpin muslim, bahkan banyak. Tapi harus diakui, bahwa dalam hal elektabilitas dan nilai jual di publik pemilih sangat mungkin ada yang kalah dibanding dengan calon pemimpin yang nonmuslim. Nah, jika terjadi pertarungan demikian, justru di sinilah seninya orang beriman, di sinilah ujian bagi keimanan kita. Masih berfungsikah iman kita ketika berada di gelanggang kekuasaan?.

Kecuali keadaan krisis dan sangat darurat, di mana calon kepala daerah tidak ada lagi dari kalangan umat islam yang patut, hanya dari nonmuslim yang sudah jelas jujur dan terbukti adil, maka secara terpaksa dibolehkan memilih pemimpin non muslim macam itu. Jika hanya persepsi dan dalam tanda kutip imbang-imbang saja atau masing-masing punya plus-minus, maka bagi umat islam wajib memilih pemimpin muslim. Satu kata, yaitu wajib dan tidak bisa ada alternatif lain. Begitulah keputusan agama seperti tersurat dalam firman suci.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video