Tafsir An-Nahl 107-109: Kiai Pro Ahok, Pasti Bukan karena Keimanan | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir An-Nahl 107-109: Kiai Pro Ahok, Pasti Bukan karena Keimanan

Jumat, 07 April 2017 14:10 WIB

Foto ilustrasi, Ahok saat menjalani sidang dugaan penistaan agama. foto: liputan6.com

Lihatlah, betapa Sumayyah, wanita muslimah yang kokoh iman, meski dirinya harus mati seperti daging sate, di mana vaginanya ditusuk tumbak hingga tembus tenggorokan, tetap saja tidak mau bergabung dengan orang-orang kafir. Padahal mereka itu miskin dari kalangan budak.

Lihatlah, betapa Ammar ibn Yasir, dirinya tidak tega dan tidak sanggup keluarganya dibunuh satu per satu di hadapan matanya, lalu mau menuruti kehendak mereka sehingga mengucapkan kata-kata kekafiran, menyatakan keluar dari islam, mencaci maki nabi Muhammad dll. Tapi hatinya tetap iman dan ingkar terhadap apa yang dia lakukan, karena hanya itu yang dia bisa. Setelah lepas dari siksaan, Ammar segera menemui nabi dan mengadukan persoalannya. Lalu Tuhan mengapresiasi.

Kesimpulannya, bahwa pada dasarnya, keimanan itu tidak bisa menyatu dengan kekufuruan. Bahwa ketaqwaan itu sama sekali tidak bisa bertemu dengan aroma kemaksiatan. Bahwa kebenaran itu tidak bisa berkawan dengan kebatilan.

Dari siratan ayat studi ini, bisalah diambil pelajaran, bahwa orang islam yang berteman kental, mendukung, apalagi memilih wong kafir sebagai imam, sebagai pemimpin umat, sebagai kepala daerah bisa dipastikan bukan karena keimanannya, bukan pula karena ketaqwaannya, melainkan lebih karena kepentingan duniawinya.

Orang beriman mesti bertindak atas pertimbangan agamanya, atas dasar firman Tuhannya, atas dasar sabda nabinya, bukan atas dasar hawa nafsunya atau pola pikirnya belaka. Sekali jiwa sudah dijejali dengan nafsu duniawi, otak dan cara berpikir sudah pasti berubah dan memaksa-maksakan diri menuruti nafsunya. Lalu hilanglah pertimbangan agama, lalu lenyaplah pertimbangan akhirat.

Orang islam yang memilih pemimpin nonmuslim bisa jadi karena nalar akdemiknya, sekali lagi pasti tidak karena nurani ketaqwaannya. Bagaimana mungkin Tuhan tegas-tegas malarang, tapi mereka mengakal-akal dan mencari-cari dalil untuk membelot dan melawan. Bagaimana mungkin Nabi yang diimani melarang, tapi dia membangkang dan berseberangan.

Andai mereka berdalil, maka pastilah dalil yang dipaksa-paksakan, bukan dalil alamiah yang nyata dan tegas. Karena al-Qur'an itu hidangan terbuka yang sangat universal, terserah siapa penggunanya. Semuanya menanggung resiko atas pilihan masing-masing. Jangankan penjahat, penista agama, pemilih pemimpin nonmuslim, bahkan Iblis-pun punya alasan pembenar yang diajukan di hadapan Tuhan. Meski kebenaran alasan itu baru bisa terbukti di akhirat nanti, apakah diterima atau tidak, tapi al-Qur'an sudah menyatakan, bahwa Iblis bersama kroninya ada di nereka. Semuanya itu, menurut ayat studi ini karena mereka sangat mencintai duniawi dan mengabaikan akhirat. "Dzaalika bi-annahumu istahabbuu alhayaata alddunyaa ‘alaa al-aakhirati".

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video