Tafsir Al-Nahl 123: Dilarang Melestarikan Budaya Buruk
Jumat, 23 Juni 2017 13:52 WIB
Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
Tsumma awhaynaa ilayka ani ittabi’ millata ibraahiima haniifan wamaa kaana mina almusyrikiina (123).
BACA JUGA:
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani
Pelajaran keempat dari ayat studi di atas (123) adalah perlunya melestarikan budaya yang sudah sesuai dengan syari'ah agama. Budaya Ibrahim dijamin benar oleh Allah SWT, maka benar kita diperintahkan mengikuti. Perintah tersebut adalah wahyu (tsumma awhaynaa ilayka) yang mesti benar dan mesti dipatuhi. Bahwa segala lelampah Ibrahim A.S. itu juga wahyu dan sama sekali tidak terindikasi kemusyrikan sedikit pun. "wamaa kaana mina almusyrikiina".
Itu artinya, umat Islam diwajibkan tetap menjaga tradisi Islami dan melestarikan budaya yang sesuai dengan syari'ah Islam. Sedangkan budaya yang kosong tanpa warna agama, maka diwarnai dengan Islam. Sementara budaya yang bertentangan dengan Islam, wajib diubah secara bijak, dengan memperhatikan kerifan lokal dan selanjutnya bersih dan hilang.
Di sini, benar-benar harus ada kerja yang sungguhan dan rencana yang matang, bukan dibiarkan dan berjalan bebas. Acap kali seorang beriman merasa dirinya sebagai "rahmatan lil alamin" yang bijak dan santun dengan sekadar diam dan membiarkan kemaksiatan terjadi di depan matanya tanpa sentuhan apa-apa. Itu bukan rahmah, melainkan dungu dan lemah iman.
Simak berita selengkapnya ...