Tafsir Al-Quran Aktual: Idul Fitri, Makna dan Dakwah | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Quran Aktual: Idul Fitri, Makna dan Dakwah

Sabtu, 22 Juli 2017 18:23 WIB

Ilustrasi

Berpuasa pada hari Raya Idul Fitri bagaikan tamu yang tidak mengindakan tawaran tuan rumah yang telah mempersilakan agar hidangan, makanan, minuman segera dicicipi. Itu pasti tamu sombong dan congkak. Tuan rumah pasti tersinggung kecewa. Bisa dibayangkan, jika tuan rumahnya adalah Allah SWT yang Maha mulia. Saking pentingnya mencicipi suguhan Tuhan, maka disunahkan makan dulu, minum dulu meski sedikit sebelum keluar shalat 'id.

Ya, masih banyak ilmuwan yang memaknai "idul fitri" sebagai kembali ke fitrah, kesucian. Jika kata "Id" dipaksakan dengan makna "kembali", lalu "idul adha", maknanya kembali ke apa? Apa kembali menyembelih. Kapan ada larangan menyembelih hewan? Atau kapan orang arab tidak menyembelih hewan? Keseharian mereka terbiasa makan daging, meski tidak pesta. Lalu, terma "id mubarak", apa diartikan "kembali berbarakah"? Inilah kejanggalannya, jika idul fitri dimaknai kembali ke fitrah kesucian.

Itulah, maka perhatikan para khatib, para penceramah saat idul adha. Sama sekali tidak ada yang mengupas makna "idul adha" sebagai "kembali menyembelih". Ya, sebab janggal dan tidak cocok. Tapi kalau idul fitri, waw podo panjang lebar mengomentari: kembali ke fitrah, kembali ke kesucian dan seterusnya, lengkap analisis dan contoh.

Kini, mengapa ada pemaknaan bahwa "idul fitri" sebagai "kembali ke fitrah"? dan makna itu begitu umum dan dianggap benar.

Setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan orang terjebak memaknai idul fitri sebagai kembali ke fitrah:

Pertama, al-Hadis yang menyatakan, bahwa siapa puasa Ramadhan atas dasar murni keimanan kepada Allah SWT, dia akan diampuni dosanya bersih, bagai bayi yang baru dilahirkan.

Kedua, kata fitrah sebagaimana dipakai al-Hadis untuk membahasakan kebersihan bayi yang baru lahir dianggap sama dengan kata "Fitri" yang ada pada ideom "Idul Fitri". Lalu, makna itu diilihan begitu saja. Jadilah fitri dimaknai sebagai fitrah.

Ketiga, soal kata "Id" diartikan "kembali", karena terpengaruh dua hal:

Pertama, kata "id" dikira masdar dari kata "'ada, ya'ud" yang artinya kembali. Maka dipukulrata, antara "id" dan "aud" sebagai makna sama, yakni "kembali". Padahal dalam urf isti'mal kebahasaan arab tidak sama.

Kedua, pilihan makna ini terdorong oleh emosi mengangkat kesucian bulan Ramadan dan hikmah ampunan dosa sebersih bayi baru lahir. Begitu Ramadhan selesai dan sambunglah satu Syawal, maka satu syawal itulah awal moment kebersihan, fitrah, setelah jiwa dicuci sebulan penuh. Jadinya satu syawal atau idul fitri dianggap hari kembali ke kesucian.

Semua makna tersebut, jika dilihat dari semangatnya untuk memacu ketaqwaan umat, untuk merangsang ibadah mereka sungguh bagus. Nah, di sinilah sisi dakwahnya dengan harapan umat islam serius berpuasa dengan baik. Untuk itu, meski melenceng dari kaedah kebahasaan arab, tapi ada hikmahnya. Jadi, sesungguhnya makna "kembali ke fitrah" tersebut adalah rana hikmah Ramadhan, rana fadlihah berpuasa, di mana Tuhan memberi reward kepada hamba-Nya yang patuh, bukan makna Idul Fitri itu sendiri menurut filologis maupun historis. 

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video