Rekannya Dituntut 7 Bulan, Puluhan Buruh Demo Kejari Kabupaten Pasuruan
Wartawan: Ahmad Habibi
Rabu, 14 Februari 2018 00:26 WIB
PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Sejumlah pekerja yang bernaung di bawah bendera Sarbumusi Kabupaten Pasuruan, ramai–ramai mendemo kantor Kejari Kabupaten Pasuruan dan PN Bangil Selasa (13/2) kemarin. Mereka meminta agar pihak penegak hukum mencabut segala bentuk tuntutan atas perkara hukum yang meminpa kedua rekan mereka.
Saat menggelar aksi unjuk rasa , puluhan buruh tak hanya sekedar berorasi di pintu masuk kantor Kejari. Namum Mereka juga menggelar istighosah. Bahkan, aksi itu disertai pemblokiran jalan pantura. Akibatnya, jalur Pasuruan-Surabaya tersendat.
BACA JUGA:
Sertifikat Ratusan Warga Tambaksari Dikembalikan, Tapi Ada yang Diambil Perangkat RT
Aktivis LSM Dorong Kejari Kabupaten Pasuruan Usut Tuntas Kasus Pemotongan Insentif
Kasus Dugaan Pemotongan Insentif di BPKPD Pasuruan Naik ke Penyidikan, Lujeng: Ungkap Aktor Utama!
May Day, Ribuan Buruh Asal Sidoarjo Bergerak ke Surabaya, Ini Tuntutannya
Terpisah, Wakil Ketua DPC Sarbumusi Kabupaten Pasuruan, Hambali saat ditemui Bangsaonline.com menjelaskan jika aksi unjuk rasa yang dilakukan saat ini adalah bentuk protes atas penetapan tersangka hingga penuntutan dua rekannya, Rudianto dan Titut Mardianto, oleh pihak penegak hukum. Keduanya yang bekerja di PT Algalindo itu, dituntut JPU Kejari Bangil, hukuman tujuh bulan pekan lalu (6/2).
Penyebabnya, mereka dianggap melanggar pasal 167 KUHP tentang masuk pekarangan orang dan 335 KUHP tentang perbuatan tak menyenangkan.
Padahal, pihaknya menganggap, kedua rekannya tersebut tidak bersalah. Sehingga, tuntutan itu dinilainya cacat hukum. “kami mensinyalir ada rekayasa hukum oleh oknum jaksa,” tudingnya.
Ia beralasan, kasus itu sendiri bermula dari persoalan perburuhan. Tahun 2016, perusahaan agar-agar di Gununggangsir, Kecamatan Beji itu, menyatakan tutup. Padahal, beberapa bulan kemudian, mereka membuka cabang di wilayah Gempol.
Imbas penutupan itu, membuat status puluhan buruh PT Algalindo di Beji itu terkatung-katung. Mereka tidak di-PKH namun tidak juga dipekerjakan.
“Untuk menghindari diskualifikasi, gara-gara tidak masuk kerja, mereka tetap mendatangi perusahaan. Mereka mendirikan tenda di depan perusahaan, yang sejatinya masih tanah milik pemerintah atau irigasi,” beber dia.
Namun, oleh pihak perusahaan mereka diperkarakan. Bahkan, dua rekannya, yakni Rudianto dan Tutut dijadikan tersangka oleh pihak kepolisian tahun 2017 kemudian. Parahnya, mereka kemudian diseret ke persidangan, hingga didakwa pasal 167 KUHP dan 335 KUHP.
Simak berita selengkapnya ...