Perhatian Pemerintah kepada Pendidikan Diniyah Masih Rendah, Perma Pendis Diharapkan jadi Solusi | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Perhatian Pemerintah kepada Pendidikan Diniyah Masih Rendah, Perma Pendis Diharapkan jadi Solusi

Editor: Revol Afkar
Wartawan: Rony Suhartomo
Minggu, 10 Februari 2019 13:39 WIB

Pelantikan pengurus Asosiasi Profesi Perkumpulan Manajer Pendidikan Islam Indonesia (Perma Pendis) di Pesantren Tebuireng. foto: RONY S/ BANGSAONLINE

JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Mayoritas lembaga Diniyah di Indonesia dinilai tidak memiliki mutu dan kualitas yang baik. Hal ini diungkapkan oleh Ketua umum Asosiasi Profesi Perkumpulan Manajer Pendidikan Islam Indonesia (Perma Pendis), Badrudin, dalam kongres pertama Perma Pendis Indonesia di Gedung KH. M. Yusuf Hasyim, Pesantren Tebuireng, Jombang, Sabtu (09/02/2019).

Badrudin juga menyebut lembaga formal seperti MI (Madrasah Ibtidaiyah), MTs (Madrasah Tsanawiyah), dan MA (Madrasah Aliyah) secara umum juga belum bermutu. Hal ini menurutnya, ditandai dengan output lembaga tersebut, di mana yang dapat melanjutkan ke lembaga favorit pada jenjang di atasnya sangat terbatas.

“Jumlah lembaga yang banyak tersebut, umumnya tidak diikuti oleh kualitas yang baik. Hanya sebagian kecil lembaga Islam yang bermutu. Walaupun terdapat juga madrasah unggulan, tapi jumlahnya lebih sedikit dibandingkan jumlah madrasah secara keseluruhan,” ungkapnya.

Beradasarkan data statistik (pendis.kemenag.go.id), Pesantren di Indonesia berjumlah 27.218 dengan rincian pesantren salafiyah 13.446 lembaga (49.4%), pesantren khalafiyah 3.064 lembaga (11.3%) dan pesantren kombinasi 10.708 lembaga (13.3 %). Sedangkan, jumlah diniyah di Indonesia ada 73.081 lembaga. Rinciannya, 60.834 diniyah ula, 9.759 diniyah wustha, dan 2.488 diniyah ulya.

Badrudin menuturkan, terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan rendahnya mutu Islam. Di antaranya faktor politik (kebijakan ), ekonomi, sosial dan budaya. “Para ahli Islam Indonesia mengakui bahwa pesantren merupakan lembaga yang indigeneous asli/pribumi Indonesia,” kata Badrudin.

Dari segi politik , kata dia, kebijakan Pemerintah terhadap lembaga-lembaga Islam Indonesia seperti pesantren dan madrasah sejak Indonesia merdeka belum diakomodir dalam Undang-Undang dan pengajaran yang pertama yakni undang -undang Nomor 4 Tahun 1950 Jo Nomor 12 tahun 1954.

“Pada Undang-undang Sisdiknas ke-2, masa UU Nomor 2 tahun 1989 (Sistem Pendidikan), Islam baru menjadi subsistem dari nasional. Baru pada masa UU Sisdiknas ke-3, UU Nomor 20 Tahun 2003 Islam mendapat payung yang jelas baik pada jenjang formal ataupun nonformal,” ujar Badrudin.

Namun demikian, pasca tiga kebijakan berupa Undang-Undang tersebut, lanjutnya, Islam belum dijadikan prioritas dalam penyelenggaraan di Indonesia. Kebijakan Pemerintah dalam bidang lebih berpihak pada kepentingan Pemerintah sehingga menyulitkan pelaksanaannya oleh masyarakat di tingkat lokal.

Badrudin mengatakan, Pesantren-pesantren dan madrasah diniyah sebagai lembaga nonformal di Indonesia walaupun sudah diakui dalam Undang-Undang tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, praktiknya belum mendapat perhatian Pemerintah secara memadai. Ini ditandai tidak adanya kepastian anggaran dari Pemerintah untuk pesantren dan Madrasah Diniyah atau Diniyah Takmiliyah.

“Untuk madrasah jalur formal, pada tingkat propinsi dan kabupaten atau kota, madrasah yang formal (MI, MTs, dan MA) dianggap termasuk bidang garapan agama, sehingga mencukupkan pembiayaannya dari anggaran agama di bawah Kementerian Agama dan tidak mendapat dana yang wajar dari Pemerintah Propinsi atau Kabupaten/kota, karena dianggap harus didanai dari anggaran agama,” bebernya.

Sementara, dalam Kongres ke-1 Perma Pendis bertempat di Jombang dari tanggal 8-10 Februari 2019 membahas Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi, Program Kerja, dan Rekomendasi. Dengan adanya Perma Pendis ini, Badrudin berharap akan bisa andil dalam memperbaiki mutu diniyah yang dinilai masih cukup rendah ini.

“Rendahnya mutu Islam harus dicarikan solusinya. Argumentasi rasional yang dapat disampaikan yaitu bahwa agar lembaga-lembaga Islam bermutu, harus dikelola secara bermutu. Untuk itu diperlukan adanya manajer (pengelola) lembaga Islam yang mampu mengelola lembaga-lembaga Islam secara bermutu,” pungkasnya. (ony/rev)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video