Tafsir Al-Isra' 57: Makna Al-Wasilah | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Isra' 57: Makna Al-Wasilah

Editor: Redaksi
Kamis, 18 Juli 2019 13:54 WIB

Ilustrasi

Kedua, ayyuhum aqrab adalah orang-orang super shalih yang layak dijadikan rekomendasi demi mempercepat akses kita menuju Tuhan. Kaum sunny mentradisikan peribadatan model ini dengan istilah "tawassul". Bukan berarti menyembah mereka, bukan pula tidak bisa berhubungan langsung dengan Tuhan, melainkan lebih memilih cara rekomended yang dirasa lebih nyaman dan lebih pasti.

Dari sisi filologis, kata "ayyuhum" yang dipakai media wasilah menggunakan idhafah dhamir "hum" yang konotasinya "aqil", makhluq berakal. Bisa manusia, malaikat, atau jin. Hum tidak untuk sebuah amal, karena amal perbuatan itu ghair al-aqil. Maka cukup kuat dasar berwasilah menggunakan orang shalih.

Meski tidak pas, bisalah diibaratkan surat permohonan atau proposal minta sumbangan ke presiden. Bisa langsung ke istana menemui presiden dan boleh juga pakai surat yang terokendasi dan ditandatangani lebih dahulu oleh pejabat daerah, Kepala Desa, Camat, Bupati dan Gubernur.

Dalam praktik, ini soal selera. Ada yang mencak-mencak tidak mau wasilah, memusyrikkan tawassul dan lain-lain. Ada yang hobi menggunakan tawassul. Semua punya dalil sendiri-sendiri. Sejatinya hidup kita ini penuh wasilah. Agar tetap sehat dan hidup, wasilah kita adalah makan dan minum, olah raga dan lain-lain.

Jika kita meyakini makanan itu bisa mengenyangkan karena dzat makanan itu sendiri, obat itu bisa menyembuhkan, dan air itu menghapus dahaga, maka kita jatuh ke lembah syirik, karena menafikan peran Tuhan, tergantikan oleh peran makanan, obat dan air. Jika tetap meyakini bahwa yang menyehatkan adalah Allah, sementara obat hanyalah wasilah (perantara) belaka, maka keimanan kita utuh.

Jika pemikran kita to the point, maka paling instan "al-wasilah" harus dimaknai surga. Dengan makna ini, maka persoalan ruwet nan debatable selesai. Karena surga adalah puncak proyeksi orang beriman. Soal Ridla Allah, fadlal, mahabbah, rahmah, dan lain-lain, itu bahasa lain dari surga.

Mana mungkin, orang yang masuk surga tanpa ridla-Nya. Mana ada orang yang diridlai Allah tapi disiksa di neraka. Bentuk ridla yaitu surga dan bentuk murka ya neraka. Soal ada seorang wali yang berdoa "ya Allah aku hanya pingin mahabbah-Mu", titik. "Jika aku beribadah karena ingin surga, maka tutuplah rapat-rapat semua pintu surga. Jika aku beribadah ingin bebas dari neraka, maka bukalah lebar-lebar semua pintu neraka".

Ya, itu manis-manis mulut belaka, atau saking tingginya kesopanan kehadirat Allah SWT saja. Malu-malu kucing bila meminta lebih dan terbuka. Wali itu sudah sangat tahu, bahwa jika seseorang telah mendapatkan mahabbah (cinta) dari Tuhan, sudah tentu Tuhan akan memberlakukan kekasihnya sebaik mungkin. Jangankan Tuhan, cowok yang sangat menyayangi ceweknya, pasti memanjakan dan melindungi. 

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video