Tafsir Al-Isra' 58: Sebelum Kiamat, Semua Dihancurkan Lebih Dahulu | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Isra' 58: Sebelum Kiamat, Semua Dihancurkan Lebih Dahulu

Editor: Redaksi
Senin, 19 Agustus 2019 01:09 WIB

Ilustrasi

Jika umat manusia itu pada durhaka, zalim, dan mengumbar maksiat sepuas-puasnya tanpa risih, maka Tuhan turun tangan dengan cara mengazab, menghancurkan perkampungan tersebut seperti kaum-kaum terdahulu. Ada yang ditumpas tsunami, ditelan longsor, disapu badai, dan lain-lain.

Jika umat manusia dalam perkampungan itu shalih dan tekun beribadah, tidak zalim, dan beramal sosial, maka dimatikan secara wajar, alami seperti kematian biasa. Baru bangunannya dihancurkan menurut kehendak-Nya. Pemikiran ini berdasar pernyataan Tuhan sendiri, bahwa Allah tidak akan mengahancurkan, mengazab umat manusia yang berbuat kebajikan. Tuhan hanya menghancurkan mereka yang berbuat zalim saja. (Hud:117 dan al-Qasas:59).

Dari pernyataan Tuhan ini, sepantasnya kita cerdas dalam membaca bencana alam. Itu sah-saja dan sangat bagus bila dikaitkan dengan kedurhakaan umat, kemaksiatan, dan kezaliman manusia di daerah bencana tersebut. Itulah pembacaan keimanan. Itulah pembacaan kesadaran. Hamba yang merasa berdosa jauh lebih mulia di sisi-Nya daripada yang merasa baik.

Cuma, tradisi kita sok kemanusiaan, sok tepo seliro, sok menjaga perasaan sesama sehingga menafikan sisi keagamaan, ketaqwaan. Kita akan dikutuk sebagai mansuia yang tidak etis, tidak elok, tidak beradab jika kita mengajak kembali ke Allah dengan mengoreksi diri atas dosa-dosa kita ketika bencana menimpa.

Kita dianggap sok suci, menyalahkan orang lain yang tertimpa bencana sebagai orang banyak dosa dan berbuat zalim. Walau al-qur'an benar, tetapi kita kalah dengan kutukan itu. Bahkan mereka membalik "coba rasakan sendiri, jika anda atau keluarga anda yang terkena musibah seperti tergilas tsunami, lalu ada orang yang mengatakan bahwa itu karena dosa-dosa anda sendiri. Bagaimana perasaan anda?".

Jawabannya, tinggal kesiapan mental dan keimanan masing-masing. Mereka yang beriman kokoh dan bersih, pasti merasa berdosa dan menerimanya sebagai ujian dari Tuhan, lalu bersabar, istighfar, dan berupaya makin shalih. Tuhan tidak pernah manzalimi hamba-Nya. Mereka yakin, pasti ada hikmah di balik itu semua. Hidup ke depan lebih cerah dan optimis, penuh berserah diri. Sementara yang tidak beriman, mesti kecewa dan mengumpat-umpat. Meski mencak-mencak dan misuh-misuh, lalu mau apa? Malah sumpek dan stress.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video