Pertanyakan Kasus Dugaan Pungli PTSL, Puluhan Warga Desa Geger Datangi Kejari Lamongan
Editor: Revol Afkar
Wartawan: Nur Qomar Hadi
Jumat, 06 September 2019 20:06 WIB
LAMONGAN, BANGSAONLINE.com - Puluhan warga Desa Geger, Kecamatan Turi, mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamongan. Kedatangan mereka mempertanyakan penanganan kasus dugaan pungli dalam program PTSL yang ada di desanya, Jumat (6/9).
"Saya dan beberapa warga hanya mempertanyakan sejauh mana progres penanganan kasus dugaan pungli PTSL di desa kami yang melibatkan Kepala Desa juga Ketua Pokmas, karena setelah saya tunggu kok tidak ada perkembangan," ujar Ilyas diamini beberapa warga lainnya.
BACA JUGA:
Bupati Kediri Serahkan Sertifikat Tanah Elektronik PTSL Pertama Kali di Kecamatan Kepung
Berkat Program PTSL, Rumah Warga Malang Kini Bersertifikat Sejak 30 Tahun Didirikan
Capai 90 Persen, Bupati Kediri Targetkan PTSL Lengkap pada 2025
Wamen ATR BPN Serahkan 12 Sertifikat Hak Pakai ke Pemkot Malang
Sementara Kasi Intelijen Kejari Lamongan Dino Kriesmiardi, saat menerima perwakilan warga di ruang kerjanya menjelaskan bahwa pihaknya hingga kini belum pernah menerima laporan dugaan pungli program Prona atau PTSL dari warga Desa Geger.
"Kalau konsultasi pernah, tetapi bukan laporan. Karena sudah ada laporan ke Polres Lamongan. Karena sudah ada laporan ke Polres, maka kami sudah tidak menangani kasus yang sama. Biar salah satu institusi saja yang menangani," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, warga desa Geger sempat mendatangi Kantor Badan Pertanahan Nasional Agraria dan Tata Ruang (BPN-ATR) Kabupaten Lamongan, dengan maksud menanyakan ketentuan penarikan biaya program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau Prona yang berlangsung pada tahun 2018.
Dijelaskan Ilyas, pada tahun 2018, pemerintah Desa Geger mendapatkan jatah program PTSL sebanyak 2500 bidang tanah, dan masyarakat diharuskan membayar sebesar Rp. 850 ribu.
Menurut Ilyas, Kepala Desa dan Sekretaris Desa, selaku Ketua Kelompok Masyarakat (Pokmas) pelaksana program PTSL terkesan memaksakan kehendaknya atas nominal pembayaran yang ditetapkan. Ia mengatakan banyak anggota Pokmas yang tidak dilibatkan dalam pembahasan penentuan besaran biaya tersebut.
"Kami hanya ingin menuntut keadilan, apalagi pungutan biaya 850 ribu itu sudah sangat jelas melanggar aturan yang ada. Dan kami hanya berharap pihak berwenang mengusut tuntas dan memprosesnya sesuai hukum yang berlaku," pungkasnya. (qom/rev)