Harga Turun Karena Kualitas Tembakau Jelek, Petani di Jember Salahkan Mangkraknya Alsintan
Editor: .
Wartawan: Yudi Indrawan
Kamis, 19 September 2019 13:04 WIB
"Karena mangkraknya alsintan itu, membuat alokasi penyaluran DBHCHT menjadi kurang bermanfaat. Ditambah lagi rencana akan adanya kenaikan cukai rokok (pada tahun mendatang). Harusnya kan berimbang. Naiknya cukai rokok harus berimbang dengan (pemanfaatan) DBHCHT tersebut," ungkapnya.
Tidak hanya alsintan, keranjang widik (untuk tembakau) yang pengadaannya melalui DBHCHT juga mangkrak banyak yang rusak, bahkan dimakan rayap. "Padahal keranjang-keranjang ini sejak tahun 2017 disalurkan melalui dinas terkait untuk mendukung peningkatan mutu. Tapi jadi rusak mangkrak semua. Tolong ini diperhatikan," sambungnya.
Untuk alsintan yang ada, diketahui pria yang juga menjabat sebagai pengurus Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jember itu, ada ratusan yang tidak tersalurkan kepada petani tembakau di Jember. "Kurang lebih ada 200-an alat pertanian yang tidak tersalurkan dan bertumpuk rusak. Padahal itu sebagian dari anggaran DBHCHT," tuturnya.
Sementara untuk penjualan tembakau dengan mutu yang ada, pihaknya mengaku beruntung karena masih bisa terjual, walaupun tidak mendapat untung. "Namun bagi yang belum bermitra mengalami rugi. Yang bermitra masih bisa kembali modal. Tapi kita menginginkan agar semua petani ini dapat bermitra sesuai dengan Perda Nomor 7 tahun 2003, tapi hingga saat ini juga belum kami rasakan," ujarnya.
"Mutu sesuai pasar top grade Rp 8 ribu, tapi sulit sekali mencapai itu. Kebanyakan harga Rp 2 - 4 ribu. Karena ya itu (mutunya rendah) untuk yang tidak bermitra. Yang bermitra terbeli semua dari bawah sampai atas, harganya mengacu pada analisa tani perusahaan itu. Tembakaunya jenis Naag Ost, dan juga jenis Kasturi. Soal cuaca juga berpengaruh pada mutu ini," jelasnya menambahkan. (jbr1/yud)