​Gagas “Doa Resmi Negara”, Gus Thoriq Ingatkan Jokowi Risiko Sumpah yang Kurang | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

​Gagas “Doa Resmi Negara”, Gus Thoriq Ingatkan Jokowi Risiko Sumpah yang Kurang

Editor: tim
Rabu, 16 Oktober 2019 17:03 WIB

Gus Thoriq Darwis bin Ziyad berangkulan dengan Joko Widodo (saat itu calon presiden) ketika berkunjung ke Pondok Pesantren Babussalam Malang Selatan pada 2014. foto: Istimewa/ BANGSAONLINE.com

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Gus Thoriq Darwis bin Ziyad, pencetus (HSN), mengingatkan Presiden Joko Widodo () tentang sumpah yang pernah diucapkan secara terbuka di Pondok Babussalam Banjar Rejo Pagelaran Malang Selatan Jawa Timur. Saat kampanye pilpres 2014 itu bersumpah atas nama Allah SWT bahwa ia akan menetapkan 1 Muharram sebagai Hari Santri (HSN).

“Pak sudah menetapkan , tapi pada 22 Oktober, bukan 1 Muharram. Jadi sumpahnya masih kurang, seharusnya 1 Muharram,” kata Gus Thoriq kepada BANGSAONLINE.com.

( dan Gus Thoriq (dua dari kiri, pakai jas hitam dan berkopyah. foto: Istimewa/ BANGSAONLINE.com)

Seperti diberitakan BANGSAONLINE.com, pencetus HSN, Gus Thoriq Darwis bin Ziyad heran terhadap A (Cak Imin), ketua umum , yang mengklaim sebagai panglima santri. Padahal Gus Thoriq sebagai pencetus HSN dan berjuang untuk mewujudkan gagasannya itu sampai diterima Presiden tak mengklaim apapun.

“Saya tidak tahu, kok bisa (Cak Imin) mengklaim sebagai panglima santri, sedang saya sebagai hansip…..hansip santri,” kata Gus Thoriq, pengasuh Pondok Babussalam Banjar Rejo Pagelaran Malang Selatan Jawa Timur kepada BANGSAONLINE.com, Selasa (15/10/2019).

( menunjukkan surat kontrak politik tentang 1 Muharam sebagai HSN. foto: Istimewa/ BANGSAONLINE.com)

Gus Thoriq memperjuangkan HSN sejak 2011. “Awalnya saya mengundang 100 lebih pondok pesantren. Saya mengundang Gus Dur untuk deklarasi (HSN) di rumah. Gus Dur siap rawuh (datang) dengan catatan tidak ada halangan,” kata Gus Thoriq.

Menurut dia, semula tak ada yang merespons. Sampai akhirnya ia bertemu elit PDIP. Saat itu terjadi kesepakatan. Gus Thoriq yang semula Ketua Majelis Pembina Daerah (MPD) Partai Demokrat Malang pindah ke PDIP dengan dua syarat. Pertama, PDIP ikut memperjuangkan 1 Muharam sebagai . Kedua, PDIP mau mencalonkan sebagai presiden. PDIP sepakat.

Bahkan saat kampanye pilpres, datang ke pesatren yang diasuh Gus Thoriq di Malang Selatan, yaitu Pondok Babussalam. Saat itulah yang masih menjabat Gubernur DKI Jakarta bersumpah di atas podium, jika terpilih sebagai presiden akan menetapkan 1 Muharam sebagai HSN.

“Kongres PDIP di Semarang 2014 memutuskan 1 Muharram sebagai ,” kata Gus Thoriq. Presiden mengeluarkan Kepres Nomor 22/2015 yang menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai HSN. Gus Thoriq menuturkan, kesepakatan itu merupakan “barter politik” dengan penetapan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila.

Karena itu, sekarang Gus Thoriq mengingatkan bahwa realisasi sumpah itu masih ada yang kurang. “Seharusnya HSN 1 Muharram, bukan 22 Oktober,” kata Gus Thoriq.

Apa ada risiko jika sumpah yang kurang itu tidak dilaksanakan? Menurut Gus Thoriq ada. “Setiap memasuki bulan Muharram selama kepemimpinan Pak pasti ada masalah,” katanya sembari mengingatkan berbagai peristiwa yang menimpa bangsa Indonesia selama ini.

Ia menunjuk contoh kasus saat diundang CEO Freeport ke Amerika Serikat. “Presiden hadir secara resmi bersama para staf, padahal hanya diundang CEO. Itu kan merendahkan presiden. Dan itu terjadi pada Muharram,” kata Gus Thoriq.

Begitu juga tragedi Ahok di Pulau Seribu yang dianggap merendahkan Surat Al-Maidah, juga terjadi pada Muharram. Bahkan meletusnya peristiwa Wamena yang banyak menelan korban juga terjadi pada bulan Muharam.

“Wamena itu berlanjut sampai sekarang. Pokoknya, kalau ditelisik setiap Muharam (Indonesia) selalu berguncang,” kata Gus Thoriq.

Menurut Gus Thoriq, banyak sekali yang mengklaim HSN. Selain dan Cak Imin yang jadi penglima santri, kata Gus Thoriq, juga pernah mengklaim bahwa Hari Santri itu adalah inisiasi Hidayat Nur Wahid, mantan Presiden . “Luar biasa,” kata Gus Thoriq sembari tertawa.

Padahal Gus Thoriq berjuang sejak 2011 sampai akhirnya diterima Presiden . Gus Thoriq juga menggagas perlunya pemerintahan Indonesia memiliki “doa resmi negara”. Menurut dia, doa resmi negara itu penting. “Kita sudah 70 tahun lebih merdeka, masak tidak punya doa resmi negara,” katanya.

Menurut dia, kalau ada acara kenegaraan, doanya seragam dan dihafal seperti lagu Indonesia Raya. “Jadi doa resmi negara itu seragam, dibaca pada setiap acara kenegaraan, dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah,” katanya.

Contoh doanya seperti apa? “Ya, misalnya Salawat Indonesia,” katanya. (MMA)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video