Kekuatan Pesantren Pembinaan Akhlak dan Karakter, Mengenang 100 Hari Wafat Gus Sholah (3)
Editor: MMA
Jumat, 15 Mei 2020 12:59 WIB
Dalam tulisan edisi kedua, M Mas’ud Adnan menjelaskan Gus Sholah sebagai kiai manager yang sukses membenahi Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy). Unhasy yang semula keuangannya defisit jadi surplus. Kali ini wartawan HARIAN BANGSA ini menulis tentang kegalauan Gus Sholah soal pejabat korupsi. Padahal sebagian pernah nyantri. Selamat menikmati.
Redaksi
BACA JUGA:
Silaturahmi ke Keluarga Pendiri NU, Mundjidah-Sumrambah Minta Restu
KPK Geledah Rumah Dinas Abdul Halim Iskandar
Babak Baru Kasus Korupsi Hibah Pokmas DPRD Jatim: KPK Periksa 18 Ketua Pokmas Gresik
Ziarah ke Makam Pendiri NU, Khofifah: Gus Dur dan Gus Sholah itu Guru Saya, Beliau Sosok Istimewa
10. Mendidik Santri Berakhlak dan Berkarakter
Suatu ketika Gus Sholah mengungkapkan keheranannya terhadap beberapa alumni pesantren yang terlibat korupsi ketika jadi pejabat. “Saya heran kenapa ya. Apa yang salah dengan pendidikan pesantren,” kata Gus Sholah kepada saya.
Gus Sholah sangat penasaran. Maklum, beliau selain pengasuh pesantren juga terkenal sebagai tokoh nasional bersih dan anti korupsi. Beliau terus berpikir tentang masa depan para santri sebagai generasi bangsa.
Kebetulan saat itu terjadi peristiwa beberapa anggota DPR bahkan ketua DPRD yang alumni pesantren dipenjara karena korupsi. “Mungkin karena tidak ada internalisasi nilai agama, Gus. Agama hanya dipahami secara kognitif,” kata saya.
Gus Sholah menyatakan bahwa perlu mencari sistem pendidikan yang bisa menempa moral para santri sehingga punya karakter kuat.
Tak lama kemudian. Saya bertemu lagi dengan Gus Sholah. Saat itulah beliau mengaku sedang menyelenggarakan pelatihan untuk membentuk akhlak dan karakter santri.
Nah, tampaknya Gus Sholah sudah menemukan jawabannya: pejabat korupsi – termasuk yang pernah nyantri – karena akhlaknya keropos dan tak punya karakter. Faktanya, banyak pejabat tapi tidak bermental pemimpin. Tak berkarakter. ”Kekuatan pesantren ada pada pembinaan akhlak atau karakter santri di pondok,” kata Gus Solah kepada saya, Rabu malam. Saat itu tanggal Juli 2016.
Adik kandung presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu lalu bercerita tentang upayanya selama ini mencari pembina santri yang baik namun sulit ditemukan.
”Setelah pusing mencari pembina yang baik, tahun lalu saya punya ide membuat diklat (pendidikan dan latihan) kader pesantren,” tutur insinyur lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu. Pernyataan Gus Sholah itu lalu saya buat berita di BANGSAONLINE.COM.
Gus Sholah serius sekali untuk membangun karakter santri ini. Buktinya, ia membangun gedung senilai Rp 1,5 miliar untuk sarana diklat kader pesantren ini.
Gus Sholah kemudian menyusun kurikulum khusus selama 6 hingga 7 bulan. Kurikulum ini ketat karena menyangkut kedisiplinan santri juga.”Dimulai dengan latihan militer,” katanya.
Agar latihan kader pesantren di Tebuireng ini efektif dan aplikatif, maka sistemnya dibuat perpaduan antara teori dan praktik. ”Dua bulan di ruang kelas. Satu bulan lagi magang di berbagai pesantren. Seperti di pesantren Sidogiri Pasuruan, Pesantren Gontor Ponorogo, Pesantren Ploso Kediri dan sebagainya,” ceritanya.
Lalu yang satu bulan lagi secara khusus membahas hasil magang, fokus pada pembinaan karakter.
Gus Solah mengungkapkan bahwa diklat kader pesantren tersebut sudah berjalan efektif sejak Februari-Mei 2016.”Pagi ini sampai Desember angkatan ke-2,” tutur mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesa (PMII) itu.