Tafsir Al-Kahfi 25-26: Vaksin Corona dan Sikap Pemerintah | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Kahfi 25-26: Vaksin Corona dan Sikap Pemerintah

Editor: Redaksi
Kamis, 13 Agustus 2020 09:55 WIB

ILUSTRASI. (THE RUSSIAN DIRECT INVESTMENT FUND/Handout via REUTERS)

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

25. Walabitsuu fii kahfihim tsalaatsa mi-atin siniina waizdaaduu tis’aan

Dan mereka tinggal dalam gua selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun.

26. Quli allaahu a’lamu bimaa labitsuu lahu ghaybu alssamaawaati waal-ardhi abshir bihi wa-asmi’ maa lahum min duunihi min waliyyin walaa yusyriku fii hukmihi ahadaan

Katakanlah, “Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); milik-Nya semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain Dia; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.”

TAFSIR AKTUAL

“Abshir, Asmi'”. Soal pengertiannya sudah dijelaskan kemarin, termasuk urutannya. Abshir dulu baru Asmi', atau Asmi' dulu baru Abshir. Yang intinya, orang beriman itu harus pandai melihat dan mendengar. Orang beriman harap tanggap dalam menyikapi masalah dan proaktif terhadap hal yang bermaslahah.

Orang beriman tidak boleh menutup mata hanya karena memperhatikan satu sisi dan mengabaikan sisi yang lain. Pemaduan dari itu semua adalah sikap yang terpuji. Apalagi hanya karena gengsi atau tersinggung, karena berkuasa dan punya kewenangan, lalu mengabaikan hal-hal yang bermanfaat, baik bagi dirinya sendiri utamanya bagi umat.

Terkait dengan pernyataan pemerintah, bahwa virus Covid-19 belum ada obatnya sungguh meresahkan rakyat. Ditambah dengan gaya tim medis yang pakai APD lengkap, berteropong saat penguburan janazah Corona benar-benar provokatif dan menakutkan wong kampung. Efeknya, banyak warga menolak janazah Corona dikubur di desanya. Terbayangkah, betapa pedihnya perasaan keluarga duka?

Ditambah dengan larangan terhadap keluarga sendiri, apalagi sekadar kawan atau tetangga. Mulai dari membesuk di rumah sakit, perawatan janazah, menshalati, pemakaman, takziah, bahkan tahlilan. Semua orang sadar, tapi hanya membatin saja, bahwa itu semua menyakitkan keluarga duka.

Tekanan batin menumpuk-numpuk, sudah kehilangan orang tercinta, ditambah tidak adanya keluarga dekat yang datang bertakziah. Takziah diperintah agama agar keluarga yang sedang terkena mushibah merasa ada yang mendampingi dan tidak sendirian. Bisa curhatan, sharing, dan menasehati hingga tidak makin terpuruk larut dalam kesedihan.

Ditambah lagi persepsi tetangga yang sepihak dan masyarakat yang mengucilkan, menghindar-hindar meski secara halus, tanpa kata, tapi bisa dirasa. Beban mental yang sangat menekan dan komplek bisa menyebabkan seseorang kehilangan kontrol, lalu nekat.

Ada yang beramai-ramai mengambil paksa janazah dari rumah sakit. Ada juga yang mencabut celurit mengancam tim medis yang datang tak diundang, mau merawat janazah anaknya yang mendadak meninggal di rumah sendiri yang bukan karena corona, tapi mau di-corona-corona-kan.

Bapak itu membayangkan, jika pakai protokol kesehatan, maka pasti dikucilkan dan dia tidak siap. Maka nekat ambil celurit dan mengusir tim medis tanpa peduli akibatnya, meski harus berhadapan dengan hukum. Di sini, pesan ayat, "abshir dan asmi'" menjadi penting. Didekati dengan edukasi yang mendalam lebih dahulu.

Soal virus ini belum ada vaksinnya, obatnya, bisa jadi begitu. Tapi banyaknya berita, baik di televisi maupun media sosial terkait beberapa ahli yang menyatakan diri sebagai berhasil menemukan obat penangkal virus Corona menambah bimbang rakyat. Tapi pemerintah membisu, padahal bisa dan punya segalanya. Mbok yo direspons.

Maka jangan salahkan bila rakyat bertanya-tanya dan berburuk sangka, apa maunya pemerintah ini, kok tidak apresiatif terhadap temuan anak bangsa sendiri, toh itu bermanfaat. Malah melonggarkan keadaan dengan kebijakan Normal Baru di tengah-tengah memuncaknya angka pasien terpapar hingga lebih dari 130 ribu.

Tafsir ini memandang, lebih bagus secepatnya menemukan vaksin, lalu diproduksi besar-besaran daripada membuat kebijakan Normal Baru yang banyak menuai kritik dari para ahli dan ternyata sama sekali tidak menurunkan angka korban, malah naik.

Dibolehkan bepergian, tapi harus ada keterangan dokter, swab test yang harganya mahal. Ini kebijakan apa? Apakah pemerintahan sudah mulai lelah, kehabisan dana, atau sengaja membiarkan atau ingin mendapat simpati rakyat? Mudah-mudahan bukan kebijakan yang terinfeksi Corona. 

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video