Tafsir Al-Kahfi 27: Kisah Itu Diambil Hikmahnya Saja
Editor: Redaksi
Selasa, 25 Agustus 2020 23:08 WIB
Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
27. Wautlu maa uuhiya ilayka min kitaabi rabbika laa mubaddila likalimaatihi walan tajida min duunihi multahadaan
BACA JUGA:
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani
Dan bacakanlah (Muhammad) apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab Tuhanmu (Al-Qur'an). Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan engkau tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain kepada-Nya.
TAFSIR AKTUAL
Ulama' tafsir sepakat bahwa ayat ini sebagai akhir kisah ashab al-kahf, pemuda goa. Setelah panjang lebar dikisahkan dari berbagai sisi, kini ditutup dengan perintah membacakan pesan wahyu yang sangat valid, tidak ada cela sedikit pun, dan kebenarannya dijamin.
Seolah-olah Tuhan berkata, kalian jangan berdebat lagi soal ashab al-kahfi itu. Kami sudah menjelaskan begitu detail dan itu riil, fakta, dan bukan hoax. Percaya saja kepada al-qur'an yang pasti benar, karena datang dari dzat yang maha benar.
Mereka sangat penasaran, karena drama ashab al-kahfi ini sangat unik dan aneh, sangat menarik dan membuat orang terperanjat ingin lebih mantap. Bahkan ingin membuktikan keberadaannya, karena lokasinya bisa diketahui.
Kisah, jangankan Tuhan yang berkisah, meskipun itu fiktif, tidak sedikit yang sangat layak dipetik pelajaran. Semisal kisah Kancil nyolong Timun, Ande-Ande Lumut, Mahabarata, dsb. Sudah pasti fiktif, tapi ada pelajarannya. Itulah kelebihan kisah.
Dalam sebuah ekspedisi dekat Persia, Muawiyah ibn Abi Sufyan melintasi jalan dekat lokasi goa di mana ashab al-kahfi dulu bersembunyi. Kepada Ibn Abbas dia berkata: "Betapa senang hati ini, andai kami diperlihatkan mereka, hingga kami bisa memandangi mereka".
Ibn Abbas R.A. menjawab: "orang yang lebih bagus dari kamu (Rasulullah SAW) saja tidak diberi kesempatan melihat mereka", lalu membaca ayat "Law ittala'ta 'alaihim lawallaita minhum firara wa lamuli'ta minhum ru'ba". Artinya, Tuhan sengaja mengghaibkan dan tidak ada yang bisa membuktikan. Tinggal mau percaya atau tidak.