![Jelang Pemilu 2024, MUI Gresik Gelar FGD dengan Tema ‘Menolak Serangan Fajar’ Jelang Pemilu 2024, MUI Gresik Gelar FGD dengan Tema ‘Menolak Serangan Fajar’](/images/uploads/berita/700/d647a6d19b1167e3fcbf498cac043eff.jpg)
GRESIK, BANGSAONLINE.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Gresik menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan mengangkat tema ‘Menolak Serangan Fajar’, di Kantor MUI setempat, Selasa (17/10/2023), kemarin.
FGD mengundang ketua partai politik (parpol), akademisi, tokoh masyarakat (tomas), budayawan, serta penyelenggara pemilu.
BACA JUGA:
- Pria asal Jombang Meninggal Dunia Usai Terlindas Truk di Driyorejo Gresik
- Ikuti Proses Coklit di Kediamannya, Khofifah: Sangat Penting dalam Proses Pilkada Serentak
- Usai Disorot DPRD, Kadispendik Gresik Hentikan Kerja Sama dengan LSM Mutiara Rindang
- Pilkada Mojokerto 2024, Ketua DPW PKS Serahkan SK untuk Ikfina dan Ning Ita
Kegiatan ini, digelar menyikapi maraknya praktik money politic (politik uang) di masyarakat.
Ketua Umum MUI Kabupaten Gresik, KH Mansoer Shodiq menyampaikan bahwa, FGD dalam rangka ikut merasakan keprihatinan masyarakat dengan maraknya serangan fajar (politik uang).
"Sudah banyak kejadian, disaat pemilu usai, dan banyak calon yang berharap jadi, ternyata tidak terpilih, alhasil yang bersangkutan jadi pasien psikiater. Penyebabnya antara lain, serangan fajar yang hanya beberapa menit jelang coblosan. Untuk itu, besar harapan kami, agar berkumpulnya para tokoh Gresik ini, untuk mencari solusi atas masa depan demokrasi bangsa kita," ucap Kiai Mansoer.
Ketua MUI Gresik Bidang Dakwah, Prof Dr H Abdul Chalik mengungkapkan, demokrasi Indonesia saat ini masih berkutat pada demokrasi prosedural.
"Kedepan harusnya terus dikejar demokrasi substansial, yaitu proses demokrasi yang bisa melahirkan pemimpin yang benar-benar bisa mensejahterakan rakyat," ucapnya.
Menurut Prof Cholik, sejak pasca reformasi sampai sekarang yang berjalan hanya demokrasi prosedural, karena demokrasi saat ini cenderung fokus pada kandidasi.
"Sementara di negara-negara maju, kandidat tetap menjadi salah satu faktor, namun faktor penentu adalah sistem. Konsekuensinya di demokrasi Indonesia adalah yang punya popularitas dan figuritas tinggi yang dipandang oleh parpol," terang Guru Besar Universitas Islam Negeri Surabaya (UINSA) ini.
Prof Cholik menambahkan, problem yang lahir dari fokus kandidasi, adalah, orang-orang yang punya 'tas besar', tanpa dibarengi dengan kualitas, akan terpilih.
Sementara itu, Ketua DPC PKB Gresik, Much Abdul Qodir mengungkapkan, stagnannya indeks demokrasi di Indonesia, salah satu faktornya adalah, money politic.