Ketika Nabi Adam Ditiupi Ruh Sampai Perut Langsung Melompat, Tafsir Al-Quran Aktual HARIAN BANGSA

Ketika Nabi Adam Ditiupi Ruh Sampai Perut Langsung Melompat, Tafsir Al-Quran Aktual HARIAN BANGSA Dr KH Ahmad Musa'in Syafi'ie.

Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie

JOMBANG, BANGSAONLINE - Rubrik ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Abiya: 36-38. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca ini:

“Khuliq al-insan min al-‘ajal”. Manusia dicipta dengan sifat dasar tergesa-gesa, al-‘ajal. Manusia itu maunya apa-apa itu cepat selesai dan beres. Pada kontek kekafiran, mereka minta bukti segera atas kebenaran agama Islam, minta bukti kerasulan Muhammad SAW, seperti nabi terbang ke langit, lalu turun membawa kitab suci yang bisa baca. Meminta hari kiamat segera datang dan lain-lain.

Dalam kehidupan sehari-hari, lazim kita dengar, ada sedikit sakit, maunya segera sembuh. Bepergian, maunya cepat sampai. Cepat panen melimpah, menjadi kaya dengan cepat, mau pangkat dengan memaksa-maksakan diri dan seterusnya. Tidak berpikir panjang, meski akhirnya merugikan diri sendiri.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

Sa’id ibn Jubair meriwayatkan, ketika A.S. dicipta dan ruhnya baru ditiupkan di mata, maka dia langsung melototi buah-buahan surga yang ranum menggiurkan. Ketika ruh nyampai di perut, dia langsung melompat dan bernafsu untuk memakan buah tersebut, padahal ruh belum nyampai ke kaki.

Makanya, semua maling atau koruptor itu pasti orang yang tidak sabaran dengan takdirnya hari itu, lalu tergesa-gesa ingin kaya dengan cepat, tanpa berpikir akibatnya di kemudian hari. Matanya gelap dan ngawur : Ya, sudahlah, yang penting kaya dulu, urusan nanti. Kemudian menyesal setelah tertangkap da masuk penjara. Lalu, tampilannya menshalih-shalihkan diri dan menjadi munafik.

Seseorang yang berbuat buruk dan sudah diketahui oleh kumunitas muslimin, meskipun faktanya tidak diperkarakan, tidak diputus bersalah, tidak dimasukkan penjara, tetapi hakekatnya dia sudah aib di hati kaum muslimin. Dia bisa mengelabui pandangan mata umat Islam, tetapi tidak bisa menghapus kata hati mereka.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

“Ma ra’ah al-muslimun hasana fahuw ‘inda Allah hasan”. Apa saja yang dipandang oleh komunitas muslimin sebagai baik, maka akan baik pula dalam pandangan Tuhan. Sebaliknya, hal yang dipandang buruk oleh umat Islam, maka buruk pula menurut pandangan Tuhan.

Ya, sebab pandangan orang-orang beriman itu bersandingan dengan pandangan Tuhan. Makanya, pada penutup ayat ini Tuhan menasehati, “Sa-urikum ayati fala tasta’jilun”. Tunggu, nanti pasti akan kami perlihatkan tanda kebesaran kami, maka kalian janganlah tergesa-gesa”.

Wong Arab punya pepatah:”Man nadhar fi al-‘awaqib salim min al-‘awatib“. Siapa berpikir panjang, maka pasti selamat dari cercaan.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO