Orasi Ilmiah Dr KH A Musta’in Syafi’i, MA di STAIDA Nganjuk, Pesantren Mampu Gabungkan IQ, EQ dan SQ

Orasi Ilmiah Dr KH A Musta’in Syafi’i, MA di STAIDA Nganjuk, Pesantren Mampu Gabungkan IQ, EQ dan SQ Dr KH Musta’in Syafi’I saat menyampaikan orasi ilmiah pada acara wisuda STAIDA Krempyang, di Kecamatan Tanjunganom, Nganjuk. foto istimewa

NGANJUK, BANGSAONLINE.com - Pada dunia sekarang, dirasakan kegagalan dunia Barat dalam bidang pendidikan. Hal ini dikarenakan terlalu mendewakan kecerdasan intelektual (IQ). Sedangkan hatinya terasa kosong dan hampa.

Pandangan ini disampaikan Dr. KH. A. Musta’in Syafi’i, penulis tafsir aktual di HARIAN BANGSA, pada acara wisuda Sekolah Tinggi Agama Islam Darussalam (STAIDA) Krempyang Tanjunganom Nganjuk.

Baca Juga: Usia Nabi Nuh 1.000 Tahun, Tapi "Gagal" Dakwahi Umatnya, Ini Perbedaan-Persamaan dengan Nabi Luth

Hadir di deretan tamu undangan adalah perwakilan Kopertais IV Surabaya Fatikun Himami, Kapolres Nganjuk dan forpimda kabupaten Nganjuk. Tampak hadir pula sekretaris PCNU Nganjuk KH. Hasyim Afandi, ketua PC Muslimat Hj. Sri Minarni dan ketua PC LP Ma’arif Nganjuk.

Musta’in mengatakan bahwa kecenderungan ini menyebabkan terjadinya degradasi moral di kalangan masyarakat Barat. ”Sehingga fakta ini mendorong di dunia Barat sana lambat laut harus dilengkapi dengan kecenderungan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ),” imbuhnya.

Padahal, menurut doktor dari UIN Sunan Ampel ini, ketiga kecerdasan ini sudah ketinggalan jaman jika dibandingkan dengan apa yang sudah dijalankan di dunia pesantren. “Pesantren sudah berhasil menggabungkan ketiga kecerdasan itu sejak lama dan kehebatannya masih bisa dirasakan hingga sekarang,” ujarnya.

Baca Juga: Fikih Kentut: Ulah Syetan Meniup Dubur agar Kita Ragu Wudlu Batal apa Tidak

Musta’in kemudian memberikan contoh nyata dari rangkaian wisuda yang digelar siang itu. Pembacaan ikrar wisudawan dipimpin langsung oleh pengasuh pesantren Pondok Krempyang KH. Ridwan Syaibani.

“Ikrar wisudawan kemudian dibacakan doa oleh seorang kiai sepuh di pesantren ini dengan bacaan surat al-Fatihah, itu menjadi sebuah kekuatan maha dahsyat dalam melahirkan lulusan hebat dari kampus ini,” jelasnya.

Musta’in lalu menjelaskan secara detail tentang peristiwa Isra’ Mi’raj. Sebagai sebuah perjalanan spiritual, peristiwa ini tidak akan diterima bagi orang yang hanya mengandalkan kecerdasan intelektual (IQ) saja. “Namun juga harus dimbangi dengan kekuatan EQ dan SQ,” imbuhnya.

Baca Juga: Istri Nabi Luth Durhaka, Raja Namrud Meninggal Dipentung Kepala, Nabi Ibrahim Dibakar Merasa Sejuk

Orasi ilmiah yang komprehensif ini diapresiasi secara positif oleh Abdul Basit, salah satu dosen STAIDA. “Orasi ilmiah yang disampaikan sangat luas dalam menambah wawasan civitas academica STAIDA, karena semua lini dikaji, terutama kajian-kajian Islam kontemporer,” ujarnya.

Saat memberikan sambutan, Ketua STAIDA Burhanudin Ubaidillah menambahkan bahwa wisuda tahun ini adalah ketiga kalinya. “Tahun ini yang diwisuda berjumlah 59 mahasiswa, terdiri dari Prodi Manajamen Pendidikan Islam dan Ahwalul Syakhsiyah,” ujarnya.

Dalam pengembangan dunia akademis, STAIDA sudah memiliki 16 dosen tetap dan memiliki NIDN. “Dosen tidak tetap yang dimiliki tiga orang,” ujarnya. “Saat ini, terdapat empat dosen yang sedang menempuh pendidikan jenjang S-3 di UIN Sunan Ampel Surabaya, atas beasiswa dari Kementerian Agama,” imbuhnya.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Abu Bakar R.A., Khalifah yang Rela Habiskan Hartanya untuk Sedekah

Kelebihan kampus ini adalah berlokasi di Pondok Krempyang, salah satu pesantren tertua dan terbesar di Nganjuk. “Para dosen di sini juga rata-rata masih muda, sehingga sangat membantu dalam mentransformasikan ilmu dan nilai yang dimiliki kepada para mahasiswa,” pungkasnya.

Kampus STAIDA berdiri sejak tahun 2009 dan berbasis pondok pesantren. Yaitu Pesantren Miftahul Mubtadi’in, pondok pesantren tua dan terbesar di Nganjuk. (*/hms/sta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO