KH Hasyim Muzadi: Lembaga Kekuasaan Lebih Tinggi Tak Boleh Memihak dalam Kasus Ahok

KH Hasyim Muzadi: Lembaga Kekuasaan Lebih Tinggi Tak Boleh Memihak dalam Kasus Ahok KH A Hasyim Muzadi bersama Menteri Pertahanan (Menhan) RI Ryamizard Ryacudu dalam acara bersama alim ulama di Kemenhan RI Jakarta, Jumat (11/11/2016). Foto: istimewa

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - KH Ahmad Hasyim Muzadi, pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang Jawa Timur dan Depok Jawa Barat mengingatkan bahwa negara dan kekuasaan harus pada posisi netral dan tidak boleh digunakan untuk kepentingan pro-kontra kasus calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang diduga menista al-Quran, yakni Al-Maidah ayat 51.

”Negara dan kekuasaan bersikap melindungi sebagai pamong yang mengayomi seluruh elemen bangsa. Karena kekuasaan suprastruktur negara tidak selayaknya dipakai untuk mencampuri urusan demokratisasi proses Pilgub DKI. Gubernur petahana sendiri yang maju sebagai calon harus cuti sebagai gubernur agar tidak menggunakan kekuasaan suprastruktur di pemprov-nya. Logikanya kekuasaan yang lebih tinggi pun tidak boleh digunakan untuk pemihakan proses demokratisasi itu,” tegas Kiai Hasyim Muzadi di depan para alim ulama  tentang kemelut kasus Ahok di Aula Bhinneka Tunggal Ika, Kemenhan RI Jakarta, Jum'at (11/11 2016) pukul 09.30-10.30 WIB. Yang dimaksud lembaga kekuasaan lebih tinggi dari gubernur termasuk menteri, presiden dan sebagainya.

Dalam acara yang dihadiri Menteri Pertahanan (Menhan) RI Ryamizard Ryacudu itu, Kiai Hasyim Muzadi mengatakan bahwa untuk ketenangan negara dan bela negara, kasus Ahok harus diselesaikan secara proporsional melalui proporsionalisasi tugas dan wewenang kenegaraan dan kebangsaan secara utuh.

Mantan ketua umum PBNU dua periode itu juga menegaskan bahwa yang berkewajiban mendukung proses pencalonan di DKI adalah partai-partai pengusung dan pendukung sebagai infrastruktur negara ditambah tim sukses masing-masing calon. “Bukan Suprastruktur kekuasaan Negara,” katanya.

Ia menegaskan, apabila kekuasaan negara melakukan pemihakan maka dengan sendirinya aparat pelaksana di lapangan ikut terlibat dalam pemihakan baik langsung maupun tidak langsung, terang-terangan atau terselubung.

“Padahal aparat kekuasaan di bawah setiap saat harus berhubungan baik dengan masyarakat, dalam segala bidang kemasyarakatan dan berjalan secara permanen. Apabila diganggu dalam pemihakan sebuah kasus maka akan merugikan hubungan antara aparat dan masyarakat,” katanya.

Sekjen International Conference of Islamic Scholars (ICIS) itu juga mengingatkan kaum muslimin Indonesia. ”Untuk kaum muslimin Indonesia yang merasa tersinggung dengan kasus Ahok juga harus proporsional. Artinya fokus pada tuntutan keadilan dan hukum pada kasusnya itu dan tidak perlu melebar ke mana-mana yang hanya memberikan peluang kepada penumpang-penumpang yang tidak proporsional baik dari dalam dan luar negeri,” katanya.

Menurut dia, kaum muslimin Indonesia memiliki hak untuk meminta keadilan dan kepastian hukum kepada negara, dan negara pun mempunyai kewajiban untuk memproses secara benar dan adil karena proses tersebut merupakan kewajiban negara kepada bangsanya berdasarkan Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku untuk masalah kasus tersebut. (MA)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Pastor Sindir Kiai Poligami, Ini Respon Cerdas dan Jenaka KH A Hasyim Muzadi':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO