BLITAR (bangsaonline) - Kendati Kabupaten Blitar merupakan daerah penghasil telur terbesar di Indonesia, namun belum ada proteksi yang maksimal terhadap keberlangsungan usaha peternak. Saat ini. usaha peternak tengah terkendala merangkaknya harga pakan ternak. Jika tidak ada upaya nyata dari pemerintah daerah untuk mengantisipasi kenaikan harga pakan ini, dikhawatirkan akan mengganggu perekonomian masyarakat, terutama dari sektor peternakan.
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Blitar, Ansori mengatakan, bahwa, harga pakan ternak yang semakin tidak terkejar membuat ribuan peternak ayam di Kabupaten Blitar bisa mengalami kolap. Kondisi ini harus segera diantisipasi Pemkab Blitar. Regulasi yang dibuat Pemkab Blitar harus menguntungkan para peternak ayam petelur.
BACA JUGA:
- Jamasan Gong Kiai Pradah, Tradisi Pemkab Blitar Lestarikan Warisan Budaya Tak Benda
- Kebakaran di Srengat Blitar Telan Satu Korban Tewas, Diduga Akibat Korsleting
- Polres Blitar Amankan Ribuan Botol Arak Bali yang Hendak Dikirim ke Luar Jawa
- Ratusan Kelompok Tani Tembakau di Blitar Dapat Bantuan Alat Senilai Rp2 Miliar dari DBHCHT
"Jika merangkaknya harga ternak tidak segera diantisipasi, maka dipastikan akan banyak peternak yang kolap," terangnya.
Ansori menegaskan,sikap preventif untuk melindungi peternak harus dilakukan oleh Pemkab Blitar. Hal ini berkaitan terhadap kelangsungan produksi telur yang menjadai salah satu andalan peternakan di Blitar. Apalagi menjelang Idul Fitri, sambung Ansori, seharusnya peternak mendapat keuntungan karena kenaikan harga telur ayam. Sayangnya naiknya harga ayam masih dibayangi naiknya harga pakan ternak yang membuat ribuan petani menjadi resah.
Beberapa komoditas pakan ternak yang merangkak naik diantaranya adalah harga konsentrat campuran pakan yang mencapai harga Rp 350.000,-/50 kg. Meski terdapat penurunan pada harga katul, namun konsentratmenjadi pakan pokok untuk produksi telur. Jika terjadi pengurangan campuran pakan konsentrat, maka dipastikan akan terjadi penurunan produksi telur.
Saat ini, harga telur di kisaran Rp 12.000,- sampai Rp 13.000,- perkilogram. Kondisi ini masih tidak berimbang dengan biaya produksi. Sehingga peternak masih harus berfikir kreatif untuk mempertahankan produksi telur.