Tafsir Al-Isra 7: BEM Pengkartu Kuning Presiden, Biadab (?)

Tafsir Al-Isra 7: BEM Pengkartu Kuning Presiden, Biadab (?) Usai pidato, Presiden Jokowi diacungi kartu kuning oleh Ketua BEM UI, Jumat, 2 Februari 2018.

Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag. . .   

In ahsantum ahsantum li-anfusikum wa-in asa'tum falahaa fa-idzaa jaa-a wa’du al-aakhirati liyasuu-uu wujuuhakum waliyadkhuluu almasjida kamaa dakhaluuhu awwala marratin waliyutabbiruu maa ‘alaw tatbiiraan (7).

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

"In ahsantum ahsantum li-anfusikum wa-in asa'tum falahaa". Anda berbuat baik, keuntungannya akan anda nikmati sendiri. Anda berbuat buruk, keburukan itu akan nampes kepada diri anda sendiri. Jelas, bahwa Allah SWT tidak mengambil keuntungan apa-apa ketika manusia berbuat baik. Semua dinikmati pelakunya sendiri. Begitu halnya perbuatan buruk, Allah SWT tidak rugi apa-apa. Semua ditanggung pelaku sendiri.

Ayat kaji ini (7) adalah pedoman perilaku, ugeran tindhak-tandhuk yang sangat filosufis dan tinggi makna. Di mana tindakan seseorang akan berpulang kepada dirinya. Atau, dengan kata lain, tindakan apa saja yang akan anda lakukan, ukurlah dengan diri anda sendiri. Bila anda mem"begitu"kan orang, maka berpikirlah jika anda sendiri di"begitu"kan oleh orang lain: sukakah atau kecewa?.

Oknum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang mengkartu kuning presiden di hadapan orang banyak dalam acara akademik dan terhormat sungguh mengundang banyak komentar. Musuh politik dan pembenci pak Jokowi tentu berjingkrak dan makin lebar mulutnya, memujinya sebagai pemberani, kritis, dan sebagainya. Itu sah-sah saja dan begitulah mindset politik yang tidak dimorali.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

Yang mengherankan, justru beberapa anggota DPR-RI ikutan, bahkan ada yang mengacungkan kartu merah. Sungguh dagelan murahan. Di samping tidak kreatif, sudah memberi kartu merah tapi tidak bisa mengeluarkan pemain terhukum dari lapangan. Dan tidak malu. Kalah dengan wasit bola Agustusan di desa. Keputusan wasit pasti dipatuhi.

Tidak sama dengan pandangan pemerhati pendidikan dan budi pekerti, apalagi moralis dan agamawan pemandu akhlaq mulia. Hal itu sungguh membuat dada sesak dan mengenaskan. Sudah seperti itukah gambaran moral seorang ketua BEM dari perguruan tinggi ternama di negeri ini?

Kalau sekadar sebagai pemberani, anak jalanan dan geng motor pasti lebih berani jika sekadar melakukan itu. Mahasiswa, mestinya berperilaku beda dan mengerti cara yang terbaik dan terpuji. Wasit sepakbola memberi kartu kuning tentu setelah memperhatikan aturan dan pelanggaran yang dilakukan. Dengan kearifannya, barulah wasit menjatuhkan hukuman. Lalu, si BEM tadi parameter apa?

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

Jika persoalannya adalah gizi buruk dan kesehatan anak suku Asmat Papua, maka mesti dilihat dulu dari berbagai sisi. Besaran dana, alokasi khusus, subsidi, pendistribusian, pengawasan, utamanya moral pejabat. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyatakan ada dugaan kebocoran besar di sana.

Sebuah televisi swasta mensinyalemen, jika semua dana tersalur mulus, maka setiap orang suku pedalaman mendapat subsidi kira-kira Rp. 10.000.000.- per tahun. Jika ini benar, waw, dulur-dulur Papua sungguh paling dimanjakan dibanding semua warga NKRI. Persoalannya, apakah itu kelemahan pengawasan pemerintah kita?

Tim KPK pernah ke Jayapura hendak memeriksa Gubernur Papua dan jajarannya yang diduga melakukan tindak pidana korupsi besar-besaran. Sang gubernur melawan dan menyatakan perang. Koran setempat memuat itu. Apa yang terjadi? Rombongan KPK pilih segera pulang ke Jakarta daripada mati. Haruskah pemerintah bertindak tegas?

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani

Tidak sesederhana itu persoalan di Papua. Itu mudah, tapi bisa dipastikan malah keruh. Justru itu yang ditunggu-tunggu oleh Organisasi Papua Merdeka. Kemudian mereka makin kuat menuntut referandum menuju merdeka. Efeknya, pihak asing, PBB, Australia punya alasan masuk, lalu mengintervensi. Pikirkan dan kembali ke pesan ayat, "..berbuat yang terbaik".

Sumber: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO